Kini, kebijakannya mulai menuai hasil, beberapa industri olahan ikan di Indonesia kembali bangkit setelah sempat terpuruk. Dahulu banyak industri olahan ikan kekurangan bahan baku, hingga harus impor.
Kedua aturan ini juga memberikan dampak positif bagi para nelayan. Misalnya beberapa spesies ikan yang sebelumnya terbatas kini populasi dan ukurannya semakin besar di perairan Indonesia.
"Kita sudah bukan saatnya kunci illegal fishing sehingga sekarang sudah banyak industri perikanan bangkit kembali. Lalu Pantai Selatan Jawa sudah banyak black tiger yang berukuran besar 2-3 ons," ungkap Susi di depan puluhan pelaku usaha perikanan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (26/02/2015).
Susi mengungkapkan program utama kementeriannya di tahun 2015 tetap akan terus memberantas illegal fishing. Kepada pelaku usaha perikanan Susi mengatakan nilai kerugian negara akibat illegal fishing cukup besar.
"Dari awal saya sebagai menteri memang misi saya membereskan illegal fishing, nilainya luar biasa pak. Dari satelit ada 5.000 kapal, average (rata-rata hasil tangkapan) 3 juta ton per tahun karena kita tahu 70-80% kapal tangkap pakai trawl. Tiga juta ton dikali harga ikan paling murah US$ 1 dolar bisa mencapai Rp 400 triliun. Itu sudah terjadi bertahun-tahun," papar Susi.
Dalam waktu dekat, Susi juga bakal membersihkan praktik illegal fishing dan transhipment yang banyak terjadi di Bitung, Sulawesi Utara. Cara itu dilakukan setelah ia mendapatkan laporan nilai ekspor produk perikanan Bitung justru kalah dari negara tetangga Filipina yang memiliki laut lebih kecil.
"General Santos (Gensan di Filipina) ekspornya miliaran dolar, Bitung hanya Rp 16-30 miliar atau paling besar Rp 300 miliar saja. Beda dengan US$ 2 miliar pak. Utilisasi UPI (Tingkat Pemanfaatan Kapasitas Produksi) hanya 2%, UPI hanya dipakai stempel. Dibikin UPI hanya persyaratan mendatangkan kapal Filipina agar bisa tangkap ikan di Indonesia," jelas Susi.
(wij/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
