Tersangkut Kasus Pajak, Bank Terbesar Kedua Dunia Minta Maaf

Jakarta -HSBC meminta maaf kepada nasabah dan investor atas tindakan mereka yang membantu penghindaran pajak. Bank terbesar kedua di dunia ini mengkui bahwa telah kesalahan di masa lampau dan tidak bisa ditoleransi oleh standar saat ini.

Mengutip Reuters, Senin (23/2/2015), HSBC memasang iklan satu halaman penuh di koran-koran Inggris. Ini dilakukan sebagai respons atas tersebarnya dokumen rahasia yang menyatakan HSBC membantu 106.000 klien di 203 negara untuk menghindari pajak. Nasabah-nasabah tersebut memiliki rekening berjumlah US$ 118 miliar atau lebih dari Rp 1.400 triliun.


Menurut pernyataan HSBC, kasus ini merupakan pengalaman menyakitkan dan tidak bisa diterima. "Oleh karena itu, kami memohon maaf setulus-tulusnya," tulis Chief Executive HSBC Stuart Gulliver dalam pernyataan tersebut.


Adalah Herve Falciani, analis IT HSBC, yang menghembuskan informasi tersebut pada 2007. Saat ini, HSBC tengah menjalani proses hukum di Amerika Serikat (AS), Prancis, Belgia, dan Argentina.


"Kami menyadari pada saat itu kepatuhan dan ketelitian perbankan lebih rendah daripada sekarang. Kami akan bersikap kooperatif dengan aparat penegak hukum," sebut pernyataan HSBC.


Berdasarkan dokumen rahasia HSBC yang diretas (hack) oleh Falciani, ada 4 hal yang mengemuka yaitu:

1. HSBC secara rutin memperbolehkan klien mengambil dana melalui kartu kredit di luar negeri, biasanya dengan mata uang asing yang jarang digunakan.

2. Secara agresif memasarkan skema agar klien-klien kaya bisa menghindari pajak yang berlaku di Eropa.

3. Menyembunyikan rekening 'hitam' dari otoritas pajak.

4. Membuatkan rekening bagi para pelaku kejahatan, pengusaha korup, dan orang-orang berisiko.


(hds/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com