Ke Pasar Malam, van Kramat naar Batavia Naik Tram

Den Haag - Bicara tentang Pasar Malam, orang Belanda bisa sangat sentimental. Ingat tempo doeloe. Makan enak, musik keroncong, dansa. Naik tram ke Pasar Malam dari Kramat ke Batavia. Teng, teng, teng....

Pasar Malam. Orang Belanda menulisnya Passar Malam, barangkali ini adalah peleburan dua budaya Indonesia dan Belanda, yang sangat mengakar dan terus berlanjut sampai sekarang. Iklim tropis yang nyaman di malam hari melahirkan gagasan bisnis, budaya dan hiburan.


Aroma keretek yang khas, asap sate, dan 1001 macam kuliner pemanja lidah, ditingkah belaian musik keroncong atau gambang kromong, musik Belanda, hiruk pikuk orang bertransaksi, berbincang-bincang, ketemu kawan lama, bersama keluarga. Segala denyut budaya, sosial dan bisnis menjadi nostalgia yang sangat membekas.


Sejak kapan sebenarnya budaya Pasar Malam ini mulai ada? Perlu penelitian mendalam. Tapi, detikfinance menemukan arsip di Koninklijke Bibliotheek, bahwa kegiatan Pasar Malam sudah dicatat dan diberitakan oleh koran Belanda sekitar satu setengah abad lalu.


"Pasar Malam di Batavia berlangsung aman," (Het Nieuwe Handelsblad, 26/2/1866). Koran Java Bode, edisi 31/1/1870 melaporkan, "Pada Pasar Malam Sabtu lalu hampir 11.500 orang telah diangkut dengan Tramway". Suatu jumlah massa yang tidak sedikit, mengingat penduduk Batavia saat itu tidak sepadat Jakarta sekarang.


Kemudian ada juga iklan, "Bataviasche Tramway, dalam rangka Pasar Malam pada tanggal 4 bulan ini (Februari) Tramway akan beroperasi dari Kramat ke Batavia pergi pulang dari pukul 18.00 sampai dengan 00.00 setiap 12 menit sekali dan untuk itu cukup membayar 25 sen (gulden) per orang," (Java Bode, 2/2/1875).


Iklan yang terbit dua hari sebelum hari-H tersebut sekaligus menunjukkan bahwa saat itu sudah ada perhatian layanan ekstra pada angkutan publik untuk menyukseskan acara hiburan dan bisnis seperti Pasar Malam. Juga penyelenggaraan Pasar Malam sudah menerapkan 'komunikasi' moderen, dengan memanfaatkan media massa.


Terbayang, publik ramai-ramai naik tram dari Kramat ke Batavia (kini 'Kota') untuk mencari hiburan, bertransaksi bisnis dan segala macam tujuan. Teng, teng, teng... Bunyi bel dari tram yang lalu- lalang.


Di zaman hiburan masih sangat langka, malam hari gelap gulita karena penerangan lampu sangat terbatas, Pasar Malam mirip keramaian bercahaya yang ramai dikerubuti anai-anai.


Kenangan begitu membekas. Nostalgia menggelora di jiwa, menjadi bahan cerita anak cucu saat makan, rehat minum kopi atau teh, berteman spekkoek (kue lapis legit) atau spekulaas (kue jahe). Indonesia sudah nun jauh di sana, Pasar Malam menjadi tempat melepas rindu dendam.


Basis budaya, hubungan emosional people to people yang sangat mendalam itu kini menjadi salah satu pijakan penting dalam hubungan bilateral kedua negara setelah berpisah. Hubungan ini bahkan mengatasi hubungan di tingkat politik yang kadang pasang surut.


"Indonesia-Belanda mempunyai sejarah 400 tahun. Kita berbagi DNA, juga (dalam pengertian) harfiah," demikian Menlu Timmermans di Jakarta baru-baru ini.


(es/es)