Ingin Lepas dari Ketergantungan Barang Impor? Ini Saran YLKI

Jakarta - Konsumsi produk impor sudah berlangsung sejak lama, apalagi terkait dengan makanan, mulai dari bahan baku hingga makanan jadi. Inipun yang membuat masyarakat semakin ketergantungan terhadap produk tersebut.

Ketua Harian Yayasan Konsumen Lembaga Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan ketergantungan itu mesti diputus sejak sekarang. Itu bisa dimulai dari pembatasan iklan dan informasi, khususnya untuk makanan.


"Mengapa lidah kita justru lebih cocok dengan impor itu karena dicekokin terus dengan itu," ungkap Tulus kepada detikFinance, saat peringatan hari hak konsumen di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2013)


Menurutnya, hal itu akan lebih efektif dibandingkan secara sekaligus membatasi produk impor. Pasalnya, masyarakat yang terbiasa akan terus menutup diri untuk mengalihkan ke produk lain.


"Kalau mendadak akan sulit, tapi kalau kebijakan bisa diarahkan dimulai dengan informasi," terangnya.


Disamping itu, lanjutnya pemerintah dapat menginformasikan produk-produk alternatif yang merupakan produksi dalam negeri. Ia mencontohkan kasus pada bawang. Menurutnya, jika memang tidak bisa memproduksi bawang putih, maka masyarakat dapat diarahkan untuk konsumsi bawang merah.


"Atau tidak kita bisa mencontoh negara luar, misalnya China, pemerintahnya untuk konsumsi gandum biar terpenuhi mereka nyewa lahan di Australia untuk produksi gandum," sebut Tulus.


Setelah dari sisi informasi, Ia menyatakan pemerintah baru bisa membatasi produk itu masuk ke Indonesia. Ia menilai ada beberapa tahapan yang harusnya dilakukan pemerintah secara berkelanjutan.


Seperti yang diketahui, tepat pada tanggal 15 Maret merupakan hari hak konsumen se-dunia (World Consumer Rights Day). Ada 225 lembaga konsumen dari 105 negara yang memperingati hari ini dengan cara masing-masing. Indonesia, mengambil tema 'Tegakkan Keadilan bagi Konsumen' khususnya untuk persoalan pangan.


(dru/dru)