Dirut BUMN Semen Curhat Pernah Hidup Susah Sebelum Sukses

Jakarta - Meski telat sehari karena sedang bertugas di luar negeri, Dirut PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Dwi Soetjipto menepati janjinya untuk mengajar. Orang nomor satu BUMN semen itu mengajar di SMA 8 tempat dulu dia pernah menimba ilmu di Jalan Iskandar Muda, Surabaya.

"Dari Singapura saya berangkat pakai pesawat yang paling pagi karena saya berjanji akan mengajar di sini," kata Dwi di hadapan ratusan siswa SMA 8 di ruang multimedia, Surabaya, Selasa (21/5/2013).


Pria 58 tahun itu tak langsung mengajar. Dia berkenalan dulu dengan para siswa dengan menanyai mereka satu persatu. Pria yang waktu kecil dipanggil Cipto itu lantas mengenalkan dirinya dengan memajang foto dirinya mulai SD, SMP, hingga SMA.


Dwi menerangkan jika sebenarnya dia tidak belajar di SMA 8 yang sekarang berlokasi di Jalan Sultan Iskandar Muda. Dulu, kata Dwi, SMA 8 berlokasi di kawasan Kalisosok, Krembangan. Disebut kawasan Kalisosok karena sekolah SMA 8 dulu berada di belakang rumah tahanan Kalisosok.


"Saya angkatan '75. Rumah saya di Krembangan Jaya sehingga saya jalan kaki ke sekolah karena dekat," terang Dwi.


Dwi lantas menceritakan tentang masa kecilnya yang serba kekurangan. Sebagai anak buruh dan penjual roti, Dwi harus membantu ayah ibunya mencari uang. Dwi bangun sebelum subuh dan setelah harus mengatarkan dan membantu ibunya berjualan di emperan toko di pasar PPI.


Sebelum berangkat sekolah, dia harus mengantarkan ibunya pulang. Sore harinya, dia harus membeli (kulakan) roti di Jalan Wijaya Kusuma yang jaraknya cukup jauh.


"Jujur, saya malu waktu itu. Kalau ketemu teman, topi yang saya kenakan saya tarik ke bawah agar muka ini tak kelihatan," ujar Dwi.


Dwi juga mengakui jika ia bukanlah anak yang rajin saat SMA. Tetapi ia adalah orang yang fokus pada satu hal. Saat itu Dwi fokus pada karate sehingga ia berprestasi hingga ke tingkat nasional.


"Namun saya bertekad kuliah karena ingin merubah nasib. Di lingkungan saya yang menengah ke bawah, banyak yang menertawakan saya saat saya bilang hendak kuliah," lanjut Dwi.


Bukannya apa-apa, Dwi menceritakan masa lalunya yang cukup sulit dengan harapan agar generasi sekarang termotivasi dan bisa lebih maju. Dia yang serba berkekurangan saja bisa sukses, apalagi yang serba berkecukupan saat ini.


Dwi sendiri tidak mengharuskan setiap orang agar pintar untuk sukses. Menurut Dwi, pintar hanya mempunyai peran 15% dari sukses. Sementara 85 % lainnya adalah karakter.


"Karakter inilah yang berperan dibanding keahlian atau kepintaran. Satu lagi jangan menyerah. Sesuatu itu harus diperjuangkan," tambah Dwi.


Karena itu, pada akhir sesi mengajarnya, Dwi menyanyikan lagu Jason Mraz, I won't give up. "I won't give up on us, even if the skies get rough, I'm giving you all my love, I'm still looking up"


(iwd/ang)