Ketika Prajurit Jadi Manajer di Google

Jakarta -Selepas lulus dari Universitas Negeri Michigan, Sean Maday, sukses mendirikan perusahaan pembuatan kaos t-shirt. Tapi ketika panggilan untuk terjun ke medan perang datang, dia rela meninggalkan bisnis dan menjadi prajurit Angkatan Udara AS.

Penugasan pertamanya adalah di Pangkalan Angkatan Udara Travis di Solano County, California pada 2005. Tugasnya memberikan informasi-informasi intelijen kepada pilot maupun pejabat di atasnya yang berada di garis depan.


Sehari-harinya dia duduk di depan monitor 15 inci yang terhubung ke komputer yang masih beroperasi dengan Windows XP. Kapasitas inbox e-mailnya kecil saja, hanya 50 megabyte. “Dengan itulah saya harus bekerja tiap hari dan itu tantangan berat,” kata Maday.


Tapi dia beruntung, pengalaman itu membuatnya bisa bekerja di Google, raksasa industri Internet dunia. Posisinya, manajer produk.


Lain Maday, lain pula Christopher Spitler. Pengalamannya sebagai teknisi listrik di kapal selam Angkatan Laut AS membuatnya diterima oleh Facebook, situs jejaring sosial terbesar di dunia. Tapi dia mengakui tak mudah untuk menyesuaikan diri pada awalnya.


Dunia teknologi informasi yang dimasuki Spitler pasca lepas dari kurungan mesin kapal selam sempat membingungkannya. Facebook yang dikenalnya kini pun jauh berbeda dengan yang pernah dibayangkannya. “Facebook bergerak sangat cepat,” katanya.


Ketika eks prajurit itu termasuk beruntung. Mereka diterima lewat program khusus yang dimotori Michelle Obama, sang Ibu Negara AS, bekerjasama dengan sejumlah perusahaan besar, termasuk Google dan Facebook.


Program khusus bernama Joint Forces itu melibatkan banyak perusahaan, bertujuan untuk merekrut 100 ribuan veteran perang supaya tak jadi pengangguran. Angka veteran perang yang menganggur memang terbilang tinggi, mencapai 10,1 persen dari lebih dari satu juta veteran per September lalu, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja.


Mereka yang tak tertampung di dunia kerja, punya pilihan lain: menjadi wirausahawan. Untungnya sudah banyak program yang membantu mereka. Seperti program Asosiasi Franchise Internasional (IFA) sejak 2011 bersama lebih dari 600 pemilik waralaba.


Target mereka merekrut 80 ribu veteran, prajurit cacat, atau pasangan mereka, pada 2014. Tapi IFA sudah merekrut 151.557 orang. Sebanyak 5.192 orang di antaranya sudah menjadi pewaralaba sendiri.


(DES/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!