Angkasa Pura II: Di Bandara Luar Negeri Tak Ada Taksi Gelap dan Asongan

Jakarta -Ada wacana pemerintah bakal membuka bisnis pengelolaan bandara di Indonesia ke perusahaan asing. Rencana ini dinilai positif untuk meningkatkan persaingan. Namun ada kebiasaan di Indonesia yang sulit diberantas.

Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri Sunoko selaku operator sejumlah bandara termasuk Soekarno-Hatta menjelaskan. pihaknya menyambut baik rencana menggandeng atau masuknya investor asing dalam pengelolaan bandara.


"Jadi 100% kelola terminal nggak apa-apa. Itu nanti ada kompetisi dan transfer knowledge. Itu malah tingkatkan kinerja pelayanan bandara," ucap Tri di JCC, Jakarta, Kamis (15/11/2013).


Namun, investor asing juga harus mempelajari dan mengetahui budaya masyarakat Indonesia saat berada di bandara. Seperti persoalan taksi gelap hingga pedagang asongan. Hal ini tidak ditemui saat di luar negeri.


"Kelemahannya belajar budaya Indonesia. Di luar negeri nggak ada taksi gelap dan asongan. Itu tantangan. Budaya di Indonesia harus bisa disisipkan. Level of service disesuaikan dan bisa digabungkan masalah sosial," sebutnya.


Di tempat yang sama, Direktur Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti menilai masuknya investor asing bakal mendorong percepatan standar pelayanan internasional, seperti yang dilakukan di Bali. "Percepatan standar internasional ada. Kayak executive jet di Bali," kata Herry.


Herry menjelaskan, sebetulnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 telah diatur pengelolaan bandara oleh investor di luar PT angkasa Pura I dan II. "Bandara kan terminal 1, 2, dan 3. Dia pilih terminal 1 sebanyak 100% untuk pengelolaan. Pengolaan 100% bukan berarti dia punya," jelasnya.


(feb/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!