Namun bagi Pertamina, kenaikan harga tersebut tidak signifikan untuk mengurangi kerugian perseroan menjual elpiji 12 Kg sebanyak Rp 6 triliun tahun ini.
Vice President LPG & Product Gas Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto mengatakan pembebanan biaya distribusi dari Pertamina ke konsumen tersebut hanya mencapai Rp 4.500-Rp 8.000 per tabung, sehingga kurang berdampak pada kerugian Pertamina.
"Pembebanan itu kan per tabung tergantung jarak, Rp 4.500-8.000an, itu nggak nendang. Per kilonya cuma Rp 340-an. Bayangin kerugian kita segitu banyak, itu nggak nendang," kata Gigih ditemui disela Groundbreaking Pertamina Energy Tower, Kuningan, Jakarta, Senin (9/12/2013).
Gigih meminta kepada masyarakat bahwa kenaikan harga yang terjadi pada elpiji 12 Kg di Pulau Jawa bukan dinikmati oleh Pertamina.
"Tapi harus dipahami, kenaikan ini tidak dinikmati Pertamina, kita tahu biaya-biaya naik semua sekarang, UMR (Upah) naik, listrik naik, semua naik, artinya mitra kami agen-agen gas elpiji cost-nya meningkat," katanya.
Gigih menambahkan meskipun biaya distribusi sudah dibebankan ke konsumen, Pertamina juga masih harus menanggung banyak biaya lainnya seperti harga pengapalan, harga impor elpiji dan harga di depot-depot elpiji lainnya.
"Kita masih banyak ruginya karena Pertamina masih menanggung harga pengapalan, harga impor, harga di depot-depot kita, itu masih ditanggung Pertamina, sementara harga di SPBE dan harga diagen didorong ke konsumen. Jadi biaya distribusi ini sebenarnya demi untuk distribusi elpiji di masyarakat lancar," katanya.
(rrd/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!