"DBH, khususnya untuk daerah penghasil migas, memang mencapai 80% sedangkan pusat hanya 20%. Namun dari 80% itu yang benar-benar sampai ke daerah penghasil minim sekali," ucap Anggota Komisi XI DPR yang juga Tim Sukses Pemenangan Jokowi-JK Arif Budimanta ditemui di Jokowi-JK Center, Setiabudi, Jakarta, Selasa (24/6/2014).
Arif mengungkapkan, hal ini terjadi karena DBH harus dibagi-bagi lagi ke provinsi dan kabupaten sekitar daerah penghasil migas tersebut. "Misalnya daerah penghasil migas di Kutai Kartanegara. Sumur minyaknya itu bukan di Tenggarong yang ibu kota kabupaten, tapi adanya di Sanga-Sanga dan di Anggana. Sebagai ibu kota, Tenggarong mendapatkan hampir 36% dari 80% dana bagi hasil tersebut," terangnya.
Akibatnya, lanjut Arif, DBH tidak dinikmati oleh daerah yang benar-benar menjadi penghasil. "Yang menikmati justu daerah ibu kota provinsi atau kabupaten, yang tidak ada sama sekali migasnya," tegasnya.
Oleh karena itu, menurut Arif, banyak daerah penghasil yang justru meminta agar perusahaan migas tempat dia beroperasi untuk membangun jalan, jembatan, kantor desa, kantor lurah, stadion olah raga, dan sebagainya. Padahal perusahaan tersebut sudah membayar pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke pemerintah .
Jika terpilih, tambah Arif, pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan membenahi masalah tersebut. "Daerah penghasil harus maju dan ekonominya berkembang. Pendidikan warganya bagus, kesehatannya baik, kesejahteraannya meningkat. Di Dumai, pipa minyak ada di sana tapi listrik minim, jalan rusak. Ini yang tidak boleh terjadi lagi, nanti akan dibenahi oleh Pak Jokowi-JK," tuturnya.
(rrd/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!