JK Ingin Kenaikan Harga BBM Subsidi Dilakukan Pemerintahan SBY

Jakarta -Tahun ini, beban subsidi terutama bahan bakar minyak (BBM) sudah mencapai Rp 246,5 triliun dan tahun depan diperkirakan naik menjadi Rp 291,1 triliun. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM bersubsidi sudah sulit terhindarkan.

Jusuf Kalla, wakil presiden terpilih 2014-2019, menilai kenaikan harga BBM sebaiknya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, jika tidak ada kenaikan harga maka konsumsi BBM akan terus tinggi dan jatah 46 juta kilo liter bisa habis sebelum akhir tahun.


"Pemerintahan baru kan dilantik 20 Oktober. Berarti kalau November tak ada lagi bensin dijual, kami yang salah. Harus dari sekarang naikkan," tegas JK, sapaan Jusuf Kalla, di kediamannya di daerah Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (25/8/2014).


Kenaikan harga BBM, lanjut JK, memang bukan kebijakan yang populis. "Pencitraan itu sebelum Pemilu. Setelah Pemilu itu kerja keras," ujarnya.


Lagipula, JK menganggap masyarakat saat ini sudah lebih bisa menerima kenaikan harga BBM. Masyarakat sudah mengetahui apa saja dampak positif jika subsidi BBM dikurangi.


"Dulu naikkan (harga) BBM memang tidak populis, sekarang tidak. Tidak ada orang tolak naikkan BBM, tak pernah ada yang tolak termaksud rakyat kecil. Mana suka ada BBM tapi jalan rusak, rumah sakit tak bisa dibuat, pendidkan mahal, kesehatan tak bisa dibayar?" papar JK.


Tanpa kenaikan harga BBM, tambah JK, ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terlalu sempit. "Porsi tertinggi subsidi tak produktif. Itu bisa buat rumah sakit, bayar kartu sehat, kartu pintar, dan lain-lain. Tidak ada cara lain," sebutnya.


Namun, demikian JK, kenaikan harga BBM saat ini tetap kembali ke Presiden SBY. "Itu tergantung pemerintah sekarang, kita tak bisa minta ke Pak SBY. Tapi itu kewajiban bersama," sebutnya.


(hds/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!