Ratusan Triliun Habis Untuk Subsidi, ADB: Tidak Ada Dana Bangun Infrastruktur

Jakarta -Edimon Ginting, Deputy Country Director Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk Indonesia, menilai subsidi bahan bakar minyak (BBM) harus dikurangi. Jika subsidi terus-menerus besar, maka pemerintah tidak punya kemampuan untuk membangun infrastruktur yang layak.

Subsidi BBM yang mencapai ratusan triliun rupiah per tahun, lanjut Edimon, membuat kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin terbatas. APBN sudah terkotak-kotak dengan belanja wajib (mandatory spending) seperti pendidikan 20%, gaji pegawai, atau pembayaran utang.


Subsidi, tambah Edimon, memang membuat harga BBM murah. "Tapi kalau habis untuk subsidi, tidak akan ada dana bangun infrastruktur, jalan, dan lain-lain," ujarnya dalam paparan ekonomi 2015 di Hotel Intercontinental, Jakarta, Kamis (25/9/2014).


Investor swasta, menurut Edimon, belum terlampau bisa diharapkan untuk berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil inisiatif yang nantinya bisa memancing minat swasta untuk bergabung.


"Makanya harus dana dari pemerintah yang bisa diambil dari anggaran subsidi BBM," kata Edimon.


Selain membebani APBN, demikian Edimon, subsidi BBM juga tidak tepat sasaran. Penikmat subsidi BBM kebanyakan adalah kalangan menengah-atas pemilik kendaraan pribadi.


Edimon berpendapat, seharusnya subsidi diberikan kepada yang membutuhkan misalnya petani. Apalagi Indonesia sangat membutuhkan peningkatan produktivitas sektor pertanian agar bisa memenuhi permintaan masyarakat dan mengurangi impor pangan.


"Saya tidak menolak adanya subsidi. Tapi harusnya kepada yang lebih produktif. Pertanian contohnya, harus disubsidi," imbuhnya.


(mkl/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!