DPR Minta Pembentukan Holding BUMN Dihentikan

Jakarta -Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) minta pemerintah menghentikan program pembentukan holding alias induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN). DPR juga meminta aktivitas pemanfaatan aset BUMN dengan jalan sinergi atau penjualan aset yang tidak produktif supaya dihentikan.

Alasannya adalah aksi tersebut bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sehingga jika diteruskan bisa menghilangkan fungsi pengawasan DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap BUMN.


"Panja aset BUMN merekomendasikan untuk hentikan proses penjualan, pelepasan, pemanfaatan dengan jalan KSO aset BUMN serta pendirian anak usaha BUMN, pembentukan holding karena tidak sesuai dengan UU Keuangan Negara," kata Ketua Panja Aset BUMN Komisi VI Azam Azman Natawijana saat rapat kerja dengan Menteri BUMN di DPR Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2014).


Di depan Dahlan dan petinggi Kementerian BUMN, Azam juga membacakan rekomendasi panja lainnya. DPR meminta dilakukannya audit investigasi terhadap pengelolaan aset BUMN. Audit investigasi ini nantinya dilakukan oleh BPK namun atas rekomendasi Komisi VI DPR.


"Panja aset rekomendasi untuk audit investigasi terhadap pemanfaatan aset, KSO aset BUMN, pelepasan aset BUMN. Audit oleh BPK akan menilai apakah sesuai dengan ketentuan sehingga kalau timbulkan kerugian negara. Komisi VI akan rekomendasilan ke Kejaksaan dan Kepolisian," jelasnya.


Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Ferrari Roemawi merangkan rekomendasi ini berlaku ke depan. Artinya keputusan persetujuan untuk pembentukan holding BUMN kebun dan hutan tetap berjalan karena Peraturan Pemerintah sudah diteken presiden.


Namun untuk program holding selanjutnya harus dihentikan. Meski dinilai bisa memajukan dan memperbesar BUMN namun Ferrari melihat ada sisi negatifnya. DPR dan lembaga pengawas lainnya tidak bisa mengontrol aktivitas BUMN yang berubah statusnya menjadi anak usaha di dalam holding.


"Sehingga lembaga pengkontrol BUMN seperti BPK dan DPR jadi sulit akibatnya anak usaha nggak terkotrol. Nanti IPO nggak terkontrol. Kalau konsep memperbesar setuju tapi anak usaha jadi BUMN," sebutnya.


Sementara itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut keputusan atau masukan DPR sebagai produk demokrasi. Ia sebagai menteri hanya mengikuti keputusan pemerintah yang sudah diputuskan.


"Nggak ada komentar. Kita ini kan negara demokrasi pendapat banyak. Aku harus belajar. Itu juga kan hanya rekomendasi kalau untuk holding kan sudah jadi keputusan pemerintah," jelasnya.


(feb/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!