Cerita Bos Medco Soal Sulitnya Proses Jual Gas di Indonesia

Jakarta -Mencari minyak dan gas bumi (Migas) di Indonesia sangat tidak mudah, butuh modal besar dan risiko kegagalan cukup tinggi. Namun bagi produsen migas, justru mereka kesulitan menjual produk mereka meski sudah sukses melakukan eksplorasi hingga eksploitasi.

Presiden dan CEO PT Medco Energi Internasional Tbk Lukman Mahfoedz mengungkapkan, sistem alokasi gas yang diterapkan di Indonesia saat ini membutuhkan waktu yang sangat panjang sampai akhirnya produsen gas bumi termasuk Medco kesulitan mengirimkan gas ke konsumen (pembeli).


"Sistem alokasi gas beserta persetujuan alokasi gas, membutuhkan rangkaian persetujuan dari berbagai pihak, mulai dari SKK Migas, Ditjen Migas, dan Kementerian ESDM. Waktunya cukup lama, belum lagi apabila di tengah perjalanan proyek membutuhkan perubahan karena berbagai keadaan di lapangan," ungkap Lukman kepada detikFinance, Senin (15/12/2014).


Lukman mencontohkan, proyek gas bumi Medco di Blok A di Aceh Timur mengalami proses yang berlarut-larut untuk menjual gasnya, padahal Medco sudah susah payah mencari dan menemukan gas bumi.


"Contohnya Blok A dari PIM (Pupuk Iskandar Muda) ke Pertamina. Butuh waktu lagi, kadang-kadang juga yang menerima alokasi gas tidak mempunyai objective mempercepat proses dengan asumsi toh sudah terima alokasi, sehingga pihak penemu gas atau produsen gas tidak dapat menjual gas yang sudah sudah payah berusaha ditemukan. Akibatnya gas itu akhirnya kadang bisa menganggur menunggu kesediaan pembeli menandatangani perjanjian jual-beli gas," jelas Lukman.


Melihat kondisi tersebut, ia meminta pemerintah segera menghapus sistem alokasi gas, yang membuat posisi produsen gas tidak bisa berbuat banyak padahal susah mengeluarkan biaya besar untuk mencari gas bumi di Indonesia.


"Jadi sistem alokasi gas hendaknya dihapuskan saja, serahkan kepada mekanisme pasar, berdasarkan kesepakatan business to business. Biarkan produsen dan operator Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) mencari pembeli yang mempunyai komitmen pasti," tegasnya.


"Posisi pemerintah mengontrol harganya karena gas bumi yang dijual ada bagian pemerintah dan juga pada akhinya perjanjian jual beli gas juga harus mendapatkan persetujuan pemerintah. Jadi pemerintah akan tahu siapa pembelinya. Kecuali untuk ekspor dimana pemerintah harus menyetujui diawal, berapa persentasi yang akan diekspor. Dengan demikian industri dalam negeri akan bisa bersaing dengan sehat," katanya.


(rrd/hen)