Cerita Hebatnya SDM di Tiongkok dan Brasil

Jakarta -Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) pada sektor industri di Indonesia, menjadi salah satu fokus pemerintah dalam pembangunan. Untuk melakukan hal tersebut, pemerintah diminta belajar dari Tiongkok dan Brasil.

Ketua Umum Ikatan Sumber Daya Manusia Profesional Indonesia Ivan Taufiza mengatakan, Tiongkok pada 1960-an, sekitar 60% tenaga kerjanya berada di sektor pertanian. Namun keadaan tersebut berubah.


"Tiongkok berubah dari masyarakat pertanian tradisional ke negara industri modern. Perubahan ini telah menciptakan lapangan kerja dan kekayaan penduduknya, sekaligus memperkuat daya saing ekonomi di negaranya," kata Ivan pada acara Meet and Greet the Minister bersama Menteri Perindustrian Saleh Husin, di Financial Club CIMB Niaga, Jakarta, Senin (23/2/2015).


Ivan menuturkan, selain Tiongkok, Brasil juga bisa menjadi tolak ukur peningkatan SDM. Di 1970, ada 56% populasi penduduk Brasil tinggal di pedesaan. Namun di 2005, Brasil sudah dapat memproduksi 2,4 juta kendaraan bermotor, 33 juta ton baja, 34 juta ton semen, 23,3 juta telepon seluler. Bahkan negara ini mampu menjadi produsen pesawat terbesar keempat di dunia.


Ivan menyebutkan, kedua negara tersebut memiliki kesamaan untuk menjadi negara maju, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan cara penguatan keterampulan industri.


"Belajar dari Tiongkok dan Brasil, ada kemiripan yang dilakukan keduanya, yaitu fokus yang sama terhadap penguatan keterampilan industri. Kedua negara tersebut melakukan investasi besar untuk program nasional pendidikan teknis untuk pekerja magang. Setiap tahun, 2,5 juta pekerja di Brasil dan 11,3 juta pekerja di Tiongkok mendaftar untuk ikut berbagai program teknis," paparnya.


Dari pengalaman kedua negara itu, Ivan memberikan rekomendasi kepada pemerintah, untuk mengembangkan kualitas SDM. Pertama adalah fokus pada pengembangan keterampilan teknis dan kejuruan.


Kedua adalah memakai pendekataan bottom up, dengan melibatkan sektor profesional dan swasta. Kemudian yang ketiga adalah membentuk dewan keterampilan industri nasional yang melibatkan semua pemangku kepentingan.


"Keempat yaitu memanfaatkan teknologi untuk menugnumpulkan informasi tenaga magang, lalu menambah anggaran dan dana pelatihan untuk industri yang relevan untuk mengembangkan keterampilan pekerja sesuai kebutuhan industri. Lalu keenam adalah terus melakukan aliansi strategis khususnya yang terkait dengan fasilitas atau pusat pelatihan dan pengembangan yang dimiliki swasta," papar Ivan.


(zul/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com