Pukat Harimau Masih Dipakai Nelayan Padahal Sudah Dilarang Sejak 32 Tahun Lalu

Jakarta -Alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti trawl atau jaring pukat harimau dan cantrang telah dilarang sejak berpuluh tahun lalu. Namun kenyataannya kini banyak nelayan termasuk penangkap ikan ukuran besar masih memakai trawl.

Alat tangkap cantrang telah dilarang penggunaannya sejak 1990-an. Sedangkan Trawl telah dilarang penggunaannya sejak 1982 atau 32 tahun lalu.


"Karena masih ada beberapa Pemda (Pemerintah Daerah) yang mengizinkan alat tangkap sejenis seperti cantrang dan payang," ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi saat ditemui di Gedung Mina Bahari I, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (2/02/2015).


Adapun modusnya adalah pelaku usaha lagi-lagi memanipulasi data menurunkan kapasitas kapal (markdown) agar kepengurusan kapal dialihkan dari pemerintah pusat ke daerah.


"Kapalnya di-markdown dari 100 GT (Gross Ton) menjadi 25 GT agar izinnya tidak di pusat dan dialihkan ke daerah sehingga boleh digunakan," imbuhnya.


Hasilnya luar biasa penggunaan trawl dan catrang marak dilakukan para nelayan pemilik kapal besar. Penggunaan alat tanngkap ini bahkan mengakibatkan konflik horizontal antar nelayan lokal.


Alasannya karena ikan yang berada di wilayah laut yang terdapat operasional mayoritas nelayan menggunakan trawl dan cantrang lama-lama akan habis sumber daya ikannya. Sehingga para nelayan mencari areal wilayah tangkapan baru di luar daerah tangkapan nelayan tersebut. Misalnya konflik yang terjadi antara nelayan Masalembo (Sumenep/Madura) dengan nelayan Pati (Jawa Tengah).


"Contoh lagi nelayan Lampung dikejar karena mereka berpindah daerah tangkap. Bahkan sampai masuk ke Laut Natuna dan hampir masuk wilayah Laut China Selatan," paparnya.


Bila dibiarkan secara terus menerus penangkapan menggunakan trawl dan catrang akan menghabiskan sumber daya ikan. Sehingga perlu diatur dengan penggantian alat tangkap ramah lingkungan seperti gilnet, hand line, dan bubu.


"Salah satu tanda degredasi alam, makin kecilnya ukuran ikan yang ditangkap. Itu menandakan populasi ikan semakin kurang semakin lama akan hilang seperti di Timur Tengah, Filipina, dan Thailand," sebut Susi.


(wij/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com