Tak Bisa Kelola Uang Minyak, RI Jadi Bangsa Lemah

Jakarta -Sumber Daya Alam (SDA), khususnya minyak dan gas bumi (migas) seringkali menjadi andalan pendorong perekonomian negara. Tak terkecuali Indonesia, yang dulu sempat berlimpah ruah karena minyaknya.

Sayangnya, Indonesia lemah karena pemerintah tidak bisa mengelola uang hasil produksi minyak dengan tepat. Pemerintah cenderung menggelontorkan uang untuk memanjakan rakyatnya.


"Banyaknya SDA dapatkan uang banyak, pemerintah alokasikan untuk hal-hal nggak produktif. Dipakai untuk memanjakan rakyatnya. Ini bahaya. Karena akan terbentuk soft society atau masyarakat lemah yang menadahkan tangan," ungkap Menko Perekonomian Sofyan Djalil, saat membuka Musyawarah Nasional Forum Konsultasi Daerah Penghasil Minyak, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (26/2/2015).


Indonesia selama ini tidak mengelola minyak dalam industri yang komperhensif. Minyak yang sudah diproduksi, diekspor dalam bentuk mentah ke luar negeri. Tidak kemudian diolah dan menjadi cadangan energi nasional.


"Akhirnya benefit (keuntungan) yang didapatkan hanya sementara," sebutnya.


Sofyan menilai, ini sebagai penyakit 'Belanda' pada 1970an. Di mana hanya mengandalkan SDA mentah sebagai penerimaan negara. Kondisi Indonesia mirip dengan Venezuela.


"Venezuela praktis bangkrut, padahal minyaknya banyak. Karena pengelolaannya tidak tepat jadi kondisinya tidak ada benefit dari minyak," ujarnya.


Sekarang dengan kondisi harga minyak turun drastis hingga US$ 50 per barel, negara yang pendapatannya bergantung dengan minyak, terpaksa ikut terpuruk. Paling parah adalah Rusia.


"Hari ini Rusia, turunnya harga migas, pendapatannya turun jauh. Nigeria yang ekonominya paling tangguh di Afrika Barat, karena harga minyak, hari ini mereka mulai meragukan ekonominya," jelas Sofyan.


(mkl/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com