3 Tahun Lalu US$ 1 = Rp 8.500, Akankah Sentuh Rp 11.000 di 2013?

Jakarta - Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Hari ini saja, Rabu (24/7/2013) Bank Indonesia (BI) mematok kembali dolar AS di level Rp 10.262 dalam kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).

Bila menelusuri kembali perjalanan dolar AS terhadap rupiah, dalam 3 tahun belakangan dolar AS sempat berada di posisi terendahnya terhadap rupiah di posisi Rp 8.500-an.


Data Reuters menunjukkan, dolar berada di Rp 8.495 pada 4 Agustus 2011 lalu. Dalam grafik dolar terus menguat hingga menyentuh level Rp 9.000 di 22 November 2011.


Mengawali 2012, dolar AS masih berada di Rp 9.000-an dan ditutup di level Rp 9.600-an di akhir 2012 lalu.


Rupiah yang terus melemah diakibatkan defisit transaksi berjalan yang terus menurun. Dampak impor yang kian akut mulai terlihat di akhir tahun 2012 lalu.


Meskipun begitu, BI masih memiliki amunisi. Cadangan devisa pun tercatat masih cukup kuat dimana data akhir Desember 2012 mencapai US$ 112,78 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.


BI melaporkan nilai tukar Rupiah pada 2012 mengalami depresiasi dengan volatilitas yang cukup rendah. Rupiah secara point-to-point melemah 5,91% (yoy) selama tahun 2012 ke level Rp 9.638 per dolar AS.


"Tekanan depresiasi terutama terjadi pada triwulan II dan III tahun 2012 terkait dengan memburuknya kondisi perekonomian global, khususnya di kawasan Eropa, yang berdampak pada penurunan arus masuk portfolio asing ke Indonesia," ungkap BI.


Balik ke dalam negeri, impor yang akut tadi mulai menunjukkan dampak buruk. Januari 2013, BI kembali melaporkan tekanan Rupiah berasal dari tingginya permintaan valas untuk keperluan impor di tengah perlambatan kinerja ekspor.


Pelan tapi pasti, nilai tukar rupiah terus merosot per bulannya. Dolar tembus Rp 9.700 di Februari 2013 dan akhirnya mencapai Rp 10.000 pada akhir Juli 2013 ini.


Sayangnya, amunisi BI pun terus berkurang. Cadangan devisa pada akhir Juni 2013 tercatat sebesar US$ 98,1 miliar atau setara dengan 5,4 bulan impor.


Apa yang sebenarnya terjadi?


Rupiah pada dasarnya terdepresiasi kurang lebih sekitar 5% masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan dolar Australia yang mencapai 20% lebih. Tetapi depresiasi ini masih akan terus terjadi.


"Namun rupiah ini masih bisa di-test ke level 10-15%. Pasar bakal mencoba mendorong ke Rp 10.500 bahkan sampai Rp 11.000 per dolar AS. Setelah itu berhenti sejenak lalu September 2013 nanti akan di-test lagi karena utang swasta yang jatuh tempo besar-besaran hingga US$ 25,6 miliar," papar seorang pengamat ekonomi dalam perbincangannya kepada detikFinance.


Tetapi BI telah memastikan nilai tukar rupiah masih sejalan dengan perkembangan fundamental ekonomi Indonesia.


Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menyatakan, dalam beberapa hari terakhir pergerakan Rupiah mulai konvergen ke level keseimbangan baru yang mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.


"Sepanjang hari ini pasar valuta asing semakin bergairah dengan mekanisme pasar yang bekerja dengan lebih baik," kata Agus.


Sehubungan dengan hal tersebut, Agus Marto juga meminta agar masyarakat dan pelaku pasar tetap tenang seraya menekankan bahwa Bank Indonesia akan tetap melakukan pemantauan secara cermat dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamental perekonomian dengan mekanisme pasar yang berjalan dengan baik.


(dru/dnl)