Mendag India: Kami Datang ke Bali untuk Bernegosiasi Bukan Mengemis

Nusa Dua -Menteri Perdagangan dan Industri (Mendag) India Anand Sharma memenuhi undangan ribuan media internasional untuk menjelaskan secara detil kepentingan India di dalam proposal agricultural (pertanian) G33 yang dibahas di Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) IX Nusa Dua, Bali.

Sikap India yang berselisih paham dengan Amerika Serikat (AS) di KTM WTO IX Bali semakin memuncak karena perbedaan kepentingan kedua negara itu.


Perbedaan terjadi karena sikap India meminta waktu tak terbatas saat pemberlakuan penambahan subsidi pertanian negara berkembang dari 10% menjadi 15% dari nilai produksi. Padahal negara maju seperti AS sudah melunak memberikan tambahan subsidi, namun dengan catatan hanya bisa diberikan selama 4 tahun saja.


Artinya negara maju menginginkan ketentuan sektor pertanian akan kembali menggunakan sistem Putaran Uruguay setelah 4 tahun berakhir. Ini yang ditolak India, yang menginginkan solusi permanen bukan 4 tahun.


"Pertanian menopang jutaan petani termasuk subsistem di dalamnya. Kepentingan mereka harus dijamin. Ketahanan pangan sangat penting untuk lebih dari empat miliar orang di dunia. Untuk India, ketahanan pangan adalah tak bisa dinegosiasi. Kebutuhan masyarakat dan memastikan ketahanan pangan harus dihormati. Sebuah perjanjian perdagangan harus selaras dengan komitmen kita bersama untuk menghilangkan kelaparan dan menjamin hak atas pangan. Ini adalah bagian integral dari MDGs (Millenium Development Goals)," tegas Sharma di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Nusa Dua, Bali, Kamis (5/12/2013).


India sebagai pemimpin penggagas Proposal G33 selain meminta tambahan subsidi pertanian negara berkembang dari 10% menjadi 15%, juga mengajukan revisi acuan harga yang tidak lagi menggunakan acuan harga di Putaran Uruguay yang berpatokan pada harga periode 1986-1988, namun menggunakan harga terbaru.


"Subsidi yang ditujukan pada petani harus aman, ketahanan pangan sangat penting untuk miliaran orang di dunia. Kesepakatan perdagangan harus harmoni untuk mengeliminasi kelaparan. Oleh karena itu harus menemukan solusi permanen. Kami komitmen untuk bernegosiasi hingga selesai isu ini lalu untuk mengupdate referensi harga yang tidak lagi menggunakan referensi harga di tahun 1986-1988. Kami terbuka untuk bernegosiasi dan menyetujui presentase persetujuan sektor pertanian dan kepentingan para petani," tuturnya.


Ia mengakui India dan AS adalah dua negara yang menganut sistem demokrasi yang paling besar di dunia, namun ia menyadari jika kepentingan kedua negara berbeda. Sharma dengan tegas menyatakan kepentingan yang dibawa ke dalam KTM WTO IX Bali adalah untuk kepentingan penduduknya bukan kepentingan politik semata.


"Mengapa India? ada 1,2 miliar penduduk dunia ada di negara kita dan nggak ada satu negara yang bisa memberikan makan kita. Kami datang ke sini untuk bernegosiasi bukan untuk mengemis," tegas Sharma.


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!