AS dan India Tak Satu Suara di WTO Bali, RI Dukung Siapa Ya?

Nusa Dua -Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) IX di Nusa Dua Bali atau Paket Bali (Bali Package) hingga hari ini belum mencapai kata sepakat. Poin yang menjadi pengganjal yaitu isu pertanian masih menjadi perdebatan antara Amerika Serikat (AS) dan India.

Hal ini karena belum ada titik temu antara India sebagai penggagas proposal G33 dan Amerika Serikat. Salah satu masalah yang membuat perundingan mandek adalah sikap India yang meminta waktu tak terbatas saat pemberlakuan penambahan subsidi pertanian negara berkembang dari 10% menjadi 15% dari nilai produksi.


Lalu bagaimana dengan sikap Indonesia? Apakah Indonesia mendukung India atau AS? Indonesia adalah ketua dari G33 secara logika seharusnya mendukung India.


Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi sekaligus Ketua Delegasi Indonesia di WTO mengatakan mendukung apa yang dilakukan India walaupun tidak diucapkan secara tegas.


"Indonesia adalah Ketua G33 dan usulan yang dibawa oleh India secara resmi diajukan oleh G33. Berdasarkan logika Indonesia nggak mungkin nggak setuju karena sebagai ketua," kata Bayu saat ditemui di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Nusa Dua, Bali, Jumat (6/12/2013).


Kemudian Bayu menambahkan perkembangan sejauh mana negosiasi yang dilakukan antara Dirjen WTO Roberto Azevedo dan Chairman WTO Bali Gita Wirjawan terus melakukan lobi intensif dengan Menteri Perdagangan dan Industri India, Anand Sharma serta Ketua United State Trade Representative (USTR), Michael Froman masih terus dilakukan. Namun menurut Bayu keberhasilan Paket Bali semakin dekat dengan kenyataan.


"Saya hanya bisa mengatakan kita Insya Allah sudah semakin dekat dengan garis finish. Tetapi belum sampai ke situ. Nanti akan ada pertemuan dengan Dirjen WTO dan sekarang masih terus jalan. Sekarang semakin mengkristal dan mengkerucut pembahasannya dan konsultasi prinsip masih akan dilakukan oleh DG (Dirjen WTO) maupun Chairman WTO. Sore ini akan dilaporkan oleh DG hasil konsultasi itu. Tinggal berapa inchi lagi dari garis finish," ujar Bayu.


Bayu juga siap apabila perundingan berakhir buntu dan tidak menghasilkan kesepakatan, maka akan banyak kerugian bagi Indonesia.


"Kerugian terbesar bagi Indonesia adalah kepercayaan tehadap sistem perdagangan multilateral akan sangat menurun itu berimplikasi terhadap berbagai hal seperti dispute settlement, notifikasi kebiajakan yang selama ini dianut anggota WTO di mana dia punya kebijakan harus diajukan jadi kita tidak tahu apa yang dilakukan mereka," tuturnya.


"Kerugian lain, development agenda menjadi tidak jelas akan dibawa kemana padahal di dalamnya sangat banyak hal yang terkait dengan negara berkembang termasuk sebagian dari penduduk Indonesia. Kerugian lain kalau tidak berhasil harapan kita untuk memperbesar skala perdagangan semakin sulit dan mencari diversifikasi pasar ke negara baru seperti Afrika dan negara latin sedikit lebih sulit," katanya.


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!