Pilih Pembatasan Ketimbang Naikkan Harga BBM, Begini Nasib RI Sekarang


http://us.images.detik.com/content/2014/08/28/1034/073952_premium3.jpg

Jakarta - Tahun 2014 hanya menyisakan empat bulan sebelum berakhir dan berlanjut ke 2015. Pada waktu yang tersisa ini Indonesia harus berhadapan dengan rumitnya masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

Dalam sepekan terakhir, orang-orang di daerah mulai berteriak lantang mencari BBM bersubsidi. Jelas saja, karena banyak yang akhirnya antre berjam-jam di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).


Ada yang rela datang sejak dini hari ke SPBU. Bahkan sampai ada yang jatuh pingsan karena harus mendapatkan sumber energi tersebut.


Kondisi ini tadinya sangat sederhana. Kuota BBM bersubsidi dipatok menjadi 46 juta kl dari 48 juta kl oleh pemerintah dan DPR. Alasannya, konsumsi yang semakin besar membuat APBN menjadi terbebani anggaran subsidi.


Opsinya kemudian muncul pada dua bagian. Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi atau membatasi penyaluran. Meskipun sudah direncanakan naik per 1 Agustus 2014, tapi pemerintah lebih merasa yakin itu dibatasi saja.


Alhasil, kondisi sekarang secara kasat mata terlihat semakin rumit. Apalagi ini terjadi saat masa transisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Joko Widodo (Jokowi). BBM seakan kembali pada jati diri sebagai komoditas politik.


Berikut rangkuman detikFinance, Kamis (28/8/2014) terkait dampak dari opsi pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM: