Dalam anggaran negara 2016, Obama berencana mengenakan pajak 14% terhadap pendapatan perusahaan-perusahaan AS di luar negeri yang ditaksir mencapai US$ 2 triliun atau Rp 24.000 triliun.
Namun, pajak sebesar 14% tersebut hanya dikenakan sekali. Selama ini, perusahaan-perusahaan AS banyak yang lebih memilih tidak membawa pulang pendapatan yang diperoleh di luar negeri untuk menghindari pajak yang mencapai 35%.
Perusahaan raksasa seperti Apple diperkirakan menjadi target atas kebijakan ini. Apple diperkirakan punya US$ 157,8 miliar (Rp 1.893 triliun) yang 'diparkir' di luar negeri.
Tidak hanya Apple, perusahaan-perusahaan lain pun menyimpan dana besar di luar negeri. Misalnya GE, yang memiliki US$ 110 miliar (Rp 1.320 triliun), dan Microsoft yang memegang sekitar US$ 82,1 miliar (Rp 985,2 triliun).
Namun, rencana kebijakan Obama ini menuai kritik. Tidak sedikit kalangan yang memperkirakan pengenaan pajak untuk keuntungan yang diperoleh di luar negeri sulit terwujud.
"Saya rasa ini tidak akan disetujui. Kita semua sudah bicara soal Apple sejak mendiang Steve Jobs masih hidup, dan pemerintah belum bisa menerapkan cara yang efektif untuk memungut pajak mereka," tegas Kelly Phillips Erb, seorang pengacara perpajakan di Philadelphia, seperti dikutip dari CNN, Selasa (3/2/2015).Next
(hds/dnl)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com