Di Depan Pengusaha, JK Pamer Anggaran Infrastruktur Terbesar Sepanjang Sejarah

Jakarta -Anggaran infrastruktur pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat sebagai yang terbesar sepanjang sejarah. Dalam APBN-Perubahan 2014, anggaran infrastruktur adalah Rp 190 triliun dan kemudian naik menjadi Rp 290 triliun di APBN-Perubahan 2015.

"Tahun ini ada pembangunan infrastruktur kurang lebih Rp 300 triliun. Hampir dua kali lipat dari realisasi 2014," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat audiensi dengan Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo) di kantornya, Jakarta, Senin (23/2/2015).


Peningkatan anggaran infrastruktur yang mencapai Rp 100 triliun, lanjut JK, tidak lepas dari pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Mulai 1 Januari 2015, pemerintah sudah mencabut subsidi untuk BBM jenis Premium. Sementara Solar diberikan subsidi tetap Rp 1.000/liter.


"Sekarang karena subsidi kita hapuskan, maka kita mendapatkan banyak. Ada juga efisiensi lain. Tidak ada penambahan pegawai baru selain guru dan tenaga kesehatan, semua biaya rapat, pembangunan gedung, perjalanan dinas dikurangi," jelas JK.


Bila hasil penghematan tersebut dialokasikan seluruhnya untuk infrastruktur, tambah JK, maka kenaikannya pasti lebih dari Rp 100 triliun. Namun ada berbagai kebutuhan lain yang harus dibiayai seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan.


Menurut JK, para pengusaha konstruksi bisa memanfaatkan semaksimal mungkin anggaran tersebut. Dia ingin pengusaha konstruksi meningkatkan kapasitasnya.


"Artinya kapasitas kontraktor bisa 2 kali lipat," ujarnya.


Menurut JK, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7% dibutuhkan pembangunan yang menelan dana mencapai Rp 1.000 triliun. Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 7% agar bisa mengurangi pengangguran. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi diperkirakan mampu menyediakan lapangan kerja untuk 300.000 orang.


"Karena setiap 1% pertumbuhan sekarang baru bisa memberikan pekerjaan kurang lebih 300.000. Kalau tumbuh 7%, berarti baru 2,2-2,5 juta orang. Sedangkan yang diperkirakan masuk kerja itu 2 juta juga. Bila pertumbuhan di bawah 7% maka pengangguran itu sulit diatasi," jelasnya.


(mkl/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com