Pertamina Jelaskan Soal Jual Rugi Elpiji 12 Kg dan Naiknya Konsumsi Pertamax ke DPR

Jakarta -Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Sutjipto menjelaskan tentang kinerja operasi dan keuangan perusahaan di depan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dwi menjelaskan tentang perihal penyesuaian tarif bahan bahar minyak (BBM) jenis solar dan premium.

Berkat bensin premium yang dilepas ke harga pasar dan besaran subsidi solar yang sudah ditentukan, penjualan produk BBM non subsidi Pertamina mulai menggeliat.


"Yang menarik perpindahan pengguna premium ke pertamax naik 1,93%. Konsumsi minyak tanah turun karena ada konversi. Kemudian penggunaan biofuel naik 0,22%," kata Dwi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR Senayan, Jakarta, Selasa (7/4/2014).


Meski ada kenaikan harga premium dan solar per 28 April 2015 lalu, Pertamina menyebut harga tersebut masih belum mencapai angka keekonomian.


"Penetapan 1 Maret dan 28 Maret masih di bawah harga keekonomian. Ini pertimbangan aspek sosial, ekonomi masyarakat, dan lindungi sektor riil," ujarnya.


Pada kesempatan tersebut, Pertamina juga menyampaikan penyesuaian harga elpiji 12 kilo gram (kg) yang merupakan produk non subsidi. Penyesuaian dilakukan karena perseroan menanggung kerugian akibat gejolak harga kurs.


"Harga keekonomian elpiji 12 kg di awal 2015, kita posisi rugi. Sekarang kita baru perbaikan," jelasnya.


Pertamina juga menyampaikan kondisi aset perseroan. Pertamina mencatat memiliki lahan mencapai 132.052.841 m2. Aset-aset idle atau menggangur akan dimanfaatkan untuk kepentingan korporasi.


"Kita rencanakan untuk dukung bisnis core (inti) seperti depot, SPBU, dan lain-lain. Kita juga bermitra dengan perusahaan lain dan anak usaha. Seperti kawasan industri Tanggamus Lampung untuk kawasan industri maritim. Di Balikpapan dibikin real estate perkantoran, apartemen, gudang dan hotel. Bisa skema sewa KSO, BOT atau lain," ujarnya.


(feb/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com