Adoe, Prachtig... di Pasar Malam Pilih Siapa Tercantik

Den Haag - Kaum pria wangi, rambutnya licin dipoles pomade (minyak rambut kebanggan pria saat itu), baju celana rapi jali gestreken (disetrika). Di Pasar Malam mereka memilih siapa wanita tercantik.

Kontes-kontes kecantikan, ada Miss Coffee, Miss Indonesia, Abang dan None Jakarta, lalu latah menjamur ke daerah ternyata sudah ada sejak lebih seabad lalu di Pasar Malam di Batavia, sampai kota-kota di luar Jawa.


Pada saat itu setiap pengunjung pria akan menerima satu tiket, kemudian tiket itu diberikan kepada wanita yang menurut penilaiannya paling cantik di Pasar Malam. Adoe, prachtig, beeldig...


Selanjutnya, 3 wanita yang mendapat tiket paling banyak akan ditetapkan sebagai wanita tercantik 1,2, dan 3. Tercantik 1 berhadiah cincin berlian, tercantik 2 hadiahnya jam tangan emas, dan tercantik 3 mendapat anting emas.


Selama berlangsungnya Pasar Malam ini juga diselenggarakan pesta dansa sepanjang malam, sebagai salah satu mata acara hiburan.


"Kemarin malam kembali diselenggarakan pesta dansa. Pengunjung sangat penuh, sementara suasana asyik mendominasi. Hingga pukul 4 pagi tadi dansa berlangsung," (De Sumatra Post, 4/9/1923)


Macam-macam cara dan kreativitas penyelenggara dalam mengisi acara Pasar Malam. Ada tonil (teater), permainan anak, draaimolen (di lidah orang Surabaya dan sekitarnya menjadi dermolen, komedi putar), kontes kecantikan, tombola, musik, kuliner, dan aneka macam hiburan lainnya.


Di Solo bahkan pernah ada aksi yang sangat menarik pengunjung Pasar Malam saat itu. Pada Pasar Malam yang diselenggarakan untuk merayakan HUT Keraton Solo ke-200 pengunjung diberi kesempatan untuk menelepon internasional dengan tarif murah, yakni 5 gulden per 3 menit (Algemeen Handelsblad, 31/1/1939).


Meskipun disebut murah, namun ongkos telepon sebesar itu tetap saja masih terbilang mahal dan tak terjangkau bagi khalayak umum. Tiket bioskop saja saat itu cuma 25 sen.


Telepon saat itu memang masih barang sangat mewah dan menunjukkan status sosial seseorang. Menelpon di hadapan banyak orang menjadi tontonan tersendiri. Kebanyakan pemiliknya baru kalangan atas masyarakat Belanda, kaum bangsawan dan saudagar kaya.


Koran-koran saat itu juga sudah mewartakan tentang pengunjung tetap Pasar Malam, yang sampai era kini hari ini masih ada: zakkenrollers alias para tukang copet. Mereka memanfaatkan keramaian publik yang berdesak-desakkan. Pas op zakkenrollers! De Sumatra Post (3/9/1923) mengingatkan.


Koran ini pernah mencatat betapa padatnya pengunjung dan tingginya animo masyarakat pada Pasar Malam. Pemasukan dari tiket pada malam pertama 968,60 gulden, malam kedua 1.404,70 gulden. Dengan tiket masuk 1 sen, pada dua malam pertama itu pengunjung telah mendekati 25.000 orang.


Hieruit is op te maken dat op deze twee avonden de Passar Malam door een kleine 25000 personen is bezocht. Naar men ons meedeelt is hiermee het financieel succes van de Passar Malam verzekerd.


(Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada dua malam ini Pasar Malam telah dikunjungi oleh sekurangnya 25.000 orang. Menurut sumber, dengan ini Pasar Malam secara finansial dijamin sukses)," tulis koran yang diterbitkan oleh penerbit J. Hallermann di Medan itu.


Selalu ramai, itulah Pasar Malam, event sosial, kebudayaan, bisnis, sekaligus hiburan yang telah mengakar dan terus berkembang hingga sekarang.


(es/es)