Anggota DPR Minta Pemerintah Tarik Cukai dari Minuman 'Cap Tikus'

Jakarta - Untuk meningkatkan penerimaan negara, khususnya dari sektor cukai, pemerintah diminta untuk mengenakan cukai terhadap minuman alkohol produksi dalam negeri dan tradisional, contohnya adalah minuman bermerek 'Cap Tikus'.

"Saya mengusulkan jenis baru yang terkena cukai. Adalah minuman beralkohol yang di kampung-kampung. Namanya itu Cap Tuak, Cap Tikus dan macam-macamlah itu," kata Anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid dalam rapat bersama Dirjen Bea Cukai, Dirjen Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan. Rapat dilakukan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2013).


Menurut Nusron, hal itu luput dari pengawasan pemerintah. Padahal jika berdasarkan undang-undang cukai, minuman alkohol yang dimaksud harus dikenakan cukai.


"Dalam UU kan jelas, minuman dengan jenis alkhol yang dikemas dan diperjualbelikan itu dikenakan cukai," ucapnya.


Dampaknya, Nusron menilai tidak hanya dari segi pertambahan penerimaan. Namun, juga mengatasi penyakit sosial yang ada di masyarakat. 'Cap Tikus' merupakan minuman tradisional Minahasa yang mengandung alkohol.


"Itu di kampung-kampung yang meresahkan sosial itu. Apalagi dijual setiap ada pesta-pesta konser rakyat, itu tidak pernah ada cukainya," kata Nusron.


Nusron pun menantang Dirjen Bea Cukai Agung Kuswandono untuk melakukan sidak malam ini untuk melihat minuman-minuman beralkohol tradisional tersebut. "Kalau Bapak tidak percaya ayo kita sidak malam ini," pungkasnya.


Hal yang senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi XI Iskan Lubis. Ia mengatakan potensi penerimaan dari minuman beralkohol itu sangat besar.


"Banyak yang meminum alkohol apalagi untuk turis-turis yang masuk ke Indonesia. Itu mencari minuman itu, kan besar," sebut Lubis.


(dnl/dnl)