Salak RI Ditolak China, Petani Bidik Pasar Australia dan Eropa

Jakarta - China masih melarang masuk produk salak asal Indonesia, dengan alasan mengandung logam berat dan organisme penyakit tanaman (OPT). Namun kalangan petani salak pondoh di Yogyakarta tak patah semangat, mereka berencana mengalihkan ekspor.

Eksportir buah salak sekaligus Paguyuban Petani Salak Merapi Suryo Agung berharap agar Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan mempercepat lobi dan evaluasi agar pintu ekspor salak ke China kembali dibuka.


"Kita sudah laporkan kepada instansi Kementerian Pertanian namun belum ada tanggapan karena disibukan dengan urusan daging sapi," ungkap Suryo saat dihubungi detikFinance, Rabu (29/05/2013).


Sambil menunggu, pihaknya terus memasarkan salak ke tingkat ritel hingga pasar tradisional di dalam negeri. Selain itu juga membuka peluang untuk melakukan ekspor ke Eropa dan Australia. Eropa dan Australia sudah menunjukan minatnya untuk mengimpor buah salak asal Yogyakarta.


"Harga salak pondoh di tingkat petani melorot Rp 2.000/kg. Saat ini harganya Rp 7.000/kg dari Rp 9.000/kg. Kita terus tingkatkan pengiriman ke pasar ritel dan tradisional. Eropa dan Australia juga sudah tertarik dengan salak Yogya," katanya.


Ia sudah bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) untuk mendampingi mengintenskan program pertanian salak di Lereng Gunung Merapi. Salak pondoh merapi sudah mendapatkan label internasional seperti standard operating procedures (SOP) of Good Agricultural Practices (GAP)


"Kita kejar prosedur HBSP (Horticultural Partnership Support Program) yang diajukan Australia dan Eropa. Caranya dengan menggandeng UGM untuk mendapatkan itu," tandasnya.


(wij/hen)