Harga BBM Naik, Pengembang Jual Rumah Subsidi Tanpa Diplester

Jakarta - Pemerintah tengah mengkaji kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan berdampak pada naiknya produk bahan bangunan. Namun, pemerintah berharap agar harga rumah subsidi tak ikut terkerek.

Deputi bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo mengatakan, agar harga rumah tidak ikut naik, pengembang dapat mensiasati dengan mengurangi biaya pembangunan, contohnya dengan mengurangi luas lantai bangunan.


"Kenaikan itu kan masih simpang siur, tapi masalah itu tidak perlu harus menghentikan pembangunan. Masih bisa disiasati dengan luas lantai, tidak harus sebesar itu misalnya. Atau misalnya dengan finishing dibatasi pada bagian tertentu saja, seperti tidak usah diplester," kata Sri saat ditemui di Kantor Kemenpera, Jalan Raden Fatah, Jakarta, Jumat (10/5/2013).


Sri menambahkan, karena kenaikan ini masih dalam tahap pembahasan dan belum direalisasikan, gangguan terhadap pasokan atau gejolak harga di sektor perumahan pun belum terjadi.


"Untuk dalam jangka waktu dekat ini tidak ada (pengaruh)," tambahnya.


Ia tak menampik adanya dampak dari kenaikan harga BBM nantinya. Khususnya akan berdampak pada kenaikkan harga bahan baku seperti pasir, semen, keramik dan lainnya. Juga untuk biaya angkut distribusi bahan material tersebut.


"Ada kenaikkan, tapi nggak tahu lah nanti besarannya berapa. Kita sedang kaji. Kita. akan pantau terus untuk mengantisipasi hal ini," tutupnya.


Seperti diketahui tahun lalu Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menetapkan harga baru maksimal untuk rumah tapak dan rumah susun sederhana subsidi yang dibiayai oleh skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Dari aturan baru ini semua harga maksimal untuk rumah tapak dan rusun sederhana mengalami kenaikan.

  • Wilayah 1 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 88 juta per unit, antara lain di Jawa, Sumatera dan Sulawesi kecuali Jabodetabek dengan ketentuan DP (uang muka) minimal 10%.

  • Wilayah 2 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 95 juta per unit, antara lain di Kalimantan, Maluku, NTB dan NTT dengan ketentuan DP minimal 10%.

  • Wilayah 3 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 145 juta per unit, antara lain di Papua dan Papua Barat, ketentuan minimal DP naik dari 10% menjadi 12,5%.

  • Wilayah khusus naik dari Rp 70 juta Rp 95 juta, antara lain di Jabodetabek, Batam dan Bali minimal ketentuan DP minimal 10%.


(zul/hen)