Jual Gas Murah ke China, RI Cuma Dapat Rp 8,9 Triliun/Tahun

Jakarta - Harga jual gas ke Fujian China harus segera direvisi karena terlalu murah sehingga mengakibatkan negara rugi. Indonesia hanya dapat US$ 931 juta per tahun atau senilai Rp 8,9 triliun.

Berdasarkan data Kementerian ESDM yang dikutip detikFinance harga gas ekspor dalam bentuk LNG ke Fujian hanya dipatok US$ 3,35 per juta british thermal unit (MMBTU).


"Sementara harga gas ekspor rata-rata mencapai US$ 18 per MMBTU dan harga gas di dalam negeri US$ 10 per MMBTU, ini tidak masuk akal lagi," tegas Jero ketika ditemui di Kantornya, Jumat (10/5/2013).


Rendahnya harga gas ke Fujian ini juga beribas pada ikut menurunnya harga rata-rata ekspor LNG Indonesia menjadi hanya US$ 13 per MMBTU, padahal harga gas tertinggi di pasar global mencapai US$ 18 per BBMTU.


Akibatnya pendapatan negara yang didapat dari ekspor gas ke Fujian tidak setinggi ketika menjual gas LNG ke negara lain seperti ke Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Amerika dan Thailand.


Indonesia hanya memperoleh pendapatan US$ 931 juta (Rp 8,9 triliun) ketika jual gas LNG ke Fujian atau sebesar 2,6 juta ton per tahun berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan gas bumi atau sebesar 11% dari total ekspor LNG yang diekspor. Sementara pendapatan Indonesia dengan menjual LNG ke negara lain jauh lebih besar.


Indonesia mengekspor sebagian besar LNG ke Jepang dengan volume 41% dari total ekspor gas Indonesia. Penjualan ke Jepang membuat Indonesia meraup keuntungan mencapai US$ 6,4 miliar per tahun atau Rp 60 triliun.


Indonesia juga memperoleh keuntungan sebesar US$ 4,9 miliar (Rp 46,5 triliun) dengan menjual sebesar 38% dari total volume gas ekspor Indonesia ke Korea Selatan.


Bahkan keuntungan Indonesia ketika menjual LNG ke Taiwan dengan volume 9% mencapai US$ 1,8 miliar atau Rp 17,1 triliun, angka ini lebih besar dari penjualan ke Fujian mencapai 11% dari total gas diekspor Indonesia per tahun.


"Kita akan benar-benar memulai renegosiasi, diskusi akan dimulai paling cepat minggu depan dan diupayakan akan selesai tahun ini, namun tergantung juga pada keputusan dari pihak CNOOC sebagai pembeli," tandas Deputi Pengendalian Komersial SKK Migas, Widyawan Prawiraatmadja ketika dihubungi.


(rrd/hen)