Anggaran SKK Migas Dinilai Langgar Aturan, Ini Tanggapan Sang Bos

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat anggaran SKK Migas Rp 1,6 triliun tahun lalu melanggar aturan, karena tak melalui mekanisme APBN. Apa tanggapan Kepala SKK Migas?

"Pertama kalau anggaran kami dimasukkan ke dalam APBN silakan, saya tidak keberatan sama sekali," kata Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini ketika dihubungi detikFinance, Jumat (14/6/2013).


Kedua, kata Rudi, pihaknya mewajarkan sikap BPK yang mencurigai anggaran SKK Migas yang diambil dari retensi pendapatan minyak dan gas bumi sebesar 1%.


"Kalau BPK curiga, itu harus, tapi curiganya harus sejak zaman Pertamina. Sejak dulu setiap pendapatan migas dipotong retensi 2% itu semuanya masuk ke kantong Pertamina (dulu mananya BPPKA),"ujar Rudi.


Sejak Undang-Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi disahkan, BP Migas diberi anggaran melalui retensi juga namun jumlahnya hanya 1%.


"BP Migas diberi retensi seperti Pertamina dulu 1%, namun itu pun masih masih dibatasi Kementerian Keuangan dan hanya terpakai 0,6% saja apa itu namanya bukan efisiensi, pantas tidak dicurigai. Padahal kita disuruhnya pakai retensi 1% hanya pakai 0,6%, katanya ini pemborosan. Masa dikasih 1% dipakai nol koma itu pemborosan. Coba dipikir sendiri, kalau mau curiga boleh tapi kan kenyataanya tidak seperti itu," tegas Rudi.


Saat ini setelah BP MIgas berubah mana menjadi SKK Migas, maka SKK Migas diminta agar anggarannya tidak dari retensi lagi, melainkan melalui APBN.


"Bahwa Rp 1,6 triliun (anggaran SKK Migas) yang kami peroleh untuk mendapatkan pendapatan negara Rp 360 triliun, wajib melalui APBN yasilahka, yang membuat aturan bukan kami itu Kementerian Keuangan, kenapa kami harus ribut? mau lewat APBN atau lewat mana yang penting Rp 1,6 triliun itu berupa uang," ujar Rudi.


(rrd/dnl)