Asian Agri Tolak Bayar Tagihan Pajak Rp 1,8 Triliun

Jakarta - Grup Asian Agri menolak membayar tagihan pajak Rp 1,8 triliun yang diminta oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan kepada 14 perusahaan kelapa sawitnya. Apa alasannya?

General Manager Asian Agri Freddy Widjaya mengatakan, dalam undang-undang pajak disebutkan, setiap wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap surat ketetapan apajak (SKP) yang ditetapkan.


"Selaku badan usaha yang beroperasi di Indonesia, kami akan senantiasa menjunjung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia dan dalam permasalahan ini masih terbuka upaya hukum bagi kami sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Freddy dalam siaran pers yang dikutip, Sabtu (15/6/2013).


Menurut Freddy, penerbitan SKP yang didasarkan atas putusan Mahkamah Agung (MA) perkara Suwir Laut merupakan suatu kesalahan karena 14 perusahaan dalam Grup Asian Agri bukanlah pihak yang didakwa, tidak pernah disidangkan, dan tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan sebagaimana seyogyanya menurut hukum acara yang berlaku.


Asian Agri mempertanyakan pula penetapan jumlah kekurangan pajak yang diterbitkan, yang mana besarnya melebihi total keuntungan dari 14 perusahaan di dalam grup Asian Agri pada periode 2002-2005. Hal ini berarti besarnya kekurangan pajak yang dituduhkan setara dengan 100% dari total keuntungan ke 14 perusahaan tersebut, lanjut Freddy Widjaya.


"Filosofi dasar perpajakan adalah bagaimana Negara mengoptimalkan pendapatan dari wajib pajak, tanpa harus menghancurkan atau mematikan bisnis yang telah berjalan dan terbukti telah menciptakan lapangan pekerjaan, memberikan penghidupan bagi masyarakat dan menghasilkan penerimaan & devisa bagi Negara selama ini," kata Freddy.


Freddy mengatakan, sejak berdirinya di tahun 1979, Grup Asian Agri yang saat ini mempekerjakan sekitar 25,000 karyawan, telah berkontribusi bagi perekonomian nasional dan masyarakat, dengan membangun 60,000 Ha perkebunan kelapa sawit petani binaan (plasma) yang di dalamnya terdapat lebih dari 29,000 keluarga petani yang menggantungkan hidup dari perkebunan kelapa sawit dan grup Asian Agri.


Di samping 29,000 keluarga petani binaan tersebut di atas, grup Asian Agri juga bermitra dengan sekitar 25,000 petani swadaya kelapa sawit disekitar daerah operasi grup Asian Agri.


Sebelumnya, Dirjen Pajak Fuad Rahmany menyatakan telah mengeluarkan surat tagihan pajak ke Asian Agri Rp 1,8 triliun. Dalam waktu sebulan sejak awal Juni 2013 ini, Asian Agri harus membayar tagihan tersebut terkait kasus penggelapan pajak.


"Jadi tagihan dari Ditjen Pajak Rp 1,8 triliun, kalau dari Kejaksaan Rp 2,5 triliun. Dari Kejaksaan itu dendanya. Jadi Asian Agri harus bayar sekitar Rp 4,3 triliun," tegas Fuad.


Tagihan tersebut keluar setelah keluarnya keputusan dari Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan adanya kurang bayar pajak dari Asian Agri.


"Berdasarkan UU Pajak, kami lebih ketat memberi waktu hanya 2 bulan. Kalau dari Kejaksaan waktunya 12 bulan. Surat tagihnya keluar minggu ini. Kalau tidak bayar maka bisa penyitaan," tegas Fuad.


"Ini merupakan sejarah pertama di RI ada WP (wajib pajak) kena denda Rp 2,5 triliun," ungkap Fuad.


(dnl/dnl)