Tolak Premium Jadi Rp 6.500 dan Solar Rp 5.500, Ini Alasan 3 Fraksi di DPR

Jakarta - Pandangan fraksi di DPR kian terbuka menanggapi rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Setelah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hanura yang terang-terangan menolak keras kenaikan Premium jadi Rp 6.500 dan Solar Rp 5.500, kini partai moncong putih juga mulai bersuara untuk menolak.

Apa saja alasan tiga fraksi yang tak sejalan dengan pemerintah ini?


PDIP


PDIP menilai tidak masuk akal pemerintah menaikkan harga BBM. Anggota Komisi XI DPR dari PDIP Arif Budimanta menerangkan hal ini secara rinci.


"APBN-P 2013 amburadul. Pemerintah justru menurunkan target penerimaan pajak sampai dengan Rp 53 triliun, skenario fiskal kenaikan BBM yang ditujukan untuk menghemat Rp 58 triliun justru menambah beban baru sebesar Rp 60 triliun," kata Arif dalam penjelasannya kepada detikFinance, Jumat (14/6/2013).


Selain itu, pemerintah juga gagal dalam mengendalikan penyaluran subsidi BBM. Pemerintah juga disebut Arif gagal dalam konversi energi di PLN sehingga tahun ini ada tambahan beban subsidi PLN Rp 20 triliun sehingga menjadi Rp 100 triliun.


"Sampai dengan saat ini kita melihat belum ada transparansi soal anggaran subsidi dengan harga pokok BBM yang sebenarnya. Harga BBM diskenarioakan untuk naik malah anggaran subsidi BBM bertambah dari kenaikan linier seperti yang diskenariokan pemerintah," paparnya.


"Jadi seandainya pemerintah tidak menurunkan target penerimaan dan dilakukan penghematan, sebenarnya BBM tidak perlu naik dan fiskal kita tetap sehat," imbuh Arif.


Selain itu jika berbicara minyak dunia, sejak Januari 2013 lalu sampai dengan saat ini ICP (harga minyak Indonesia) justru menurun dari US$ 100-an menjadi US$ 90-an. "Ini lebih rendah dari asumsi ICP baik di APBN (US$ 100) maupun RAPBN 2013 (US$ 108)," jelas Arif.


"Jadi tidak logis BBM dinaikkan. PDIP, insyallah siap menolak kenaikan BBM bersubsidi," tutur Arif.


Hanura


Fraksi Partai Hanura DPR terang-terangan menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Hanura menilai tak ada alasan kuat untuk menaikkan harga BBM.


"Pada prinsipnya sikap Hanura sejak awal menolak kenaikan harga BBM, itu bisa dilihat waktu itu fraksi Hanura melakukan walk out di rapat paripurna terus diikuti oleh beberapa fraksi lainnya," kata Sekretaris Fraksi Hanura Saleh Husin.


Saleh mengatakan kewenangan menaikkan harga BBM memang sudah diberikan kepada pemerintah. Namun dengan syarat Indonesian Crude Price (ICP) sudah melebihi US$ 115.


"APBN 2013 pemerintah sudah diberikan kebebasan boleh menaikkan BBM, asalkan ICP di atas US$ 115, nah apakah sekarang ICP sudah di atas US$ 115? Kan belum ICP saat ini masih jauh di bawah US$ 115. Jadi belum ada alasan kuat untuk pemerintah menaikkan harga BBM," paparnya.


Hanura menegaskan, saat ini pemerintah sebaiknya mencari jalur alternatif untuk menyelamatkan anggaran. Hanura tak setuju jika harga BBM dinaikkan karena akan menambah beban masyarakat.


"Jadi sekali lagi fraksi Hanura menolak kenaikan harga BBM," pungkasnya.


PKS


Sementara, Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) juga terus menyuarakan penolakan BBM naik. Dari spanduk-spanduk sampai turun ke jalan, PKS menegaskan penolakan kenaikan BBM karena membebani rakyat.


"PKS secara tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM Bersubsidi. PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi karena akan berdampak pada kenaikan harga-harga barang, memukul daya beli rakyat, menambah jumlah rakyat miskin dan merusak prospek ekonomi sehingga semakin buruk," ungkap Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq.


PKS menilai pilihan terhadap kebijakan kenaikan BBM akan mendorong gejolak sosial dan resistensi publik serta merusak harmoni sosial.


PKS juga beranggapan kegagalan pemerintah melalui kementerian-kementerian terkait dalam berbagai kebijakan terkait tata kelola energi nasional sehingga masyarakat dapat mengakses energi yang relatif murah tidak selayaknya dibebankan kepada rakyat.


"Ketidaksungguhan pemerintah dalam pengembangan energy mix dan menyiapkan sistem serta infrastruktur pengaturan BBM Bersubsidi berdasarkan roadmap yang telah disepakati dengan DPR tidak boleh diselesaikan dengan cara-cara yang instan dan mengambil langkah short cut," kata Mahfudz.


"Jika cara ini yang diambil maka persoalan tidak akan selesai, sementara dalam jangka menengah sulit diharapkan mampu menuntaskan akar permasalahannya, sehingga rakyat akan terus menjadi korban," terangnya.


(dru/dnl)