Ini Tips Berinvestasi Saat Harga Kebutuhan Pokok Melonjak

Jakarta - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berakibat pada kenaikan angka inflasi yang dampaknya juga pada naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Lalu, investasi apa yang cocok dengan kondisi tersebut?

Direktur Utama Mandiri Sekuritas Abiprayadi mengatakan, carilah investasi yang angkanya tidak akan tergerus inflasi. Dia beralasan, produk investasi yang bisa tergerus inflasi justru bukan menguntungkan tapi malah merugikan.


“Cari yang tidak kena inflasi. Dulu deposito bunganya masih 12-16% per tahun. Dengan bunga segitu, orang-orang masih mau naruh uangnya di deposito. Tapi sekarang kan inflasi terus naik, bunga deposito juga berkurang jadi rata-rata 6% per tahun, Amerika hanya 2,5%, Jepang malah minus 26%, nggak menguntungkan lagi, makanya sekarang banyak yang coba cari investasi lain,” kata Abi saat acara Edukasi Wartawan Pasar Modal “Literasi Keuangan’, di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (24/7/2013).


Dia menjelaskan, saat ini sebesar 95% masyarakat Indonesia masih menyimpan uangnya di perbankan, jauh ketinggalan dari India yang 33% penyimpanan uang masyarakat berada di sekuritas, dan 35% ada di Financial Advisor, sedangkan perbankan hanya 30% saja.


Tak hanya itu, di India yang memiliki jumlah penduduk sedikitnya 1,2 miliar orang itu sudah terlebih dulu mengenal soal reksa dana dari 10-15 tahun yang lalu daripada Indonesia yang masih jauh mengenal soal reksa dana.


“Mereka (India) 10-15 tahun sudah lebih dulu kenal soal reksa dana. India kan jajahan Inggris, biasanya kalau negara jajahan Inggris, pasar modalnya lebih maju sama kayak Amerika,” ujarnya.


Abi mencontohkan, untuk saham pilihlah sektor-sektor yang tahan banting, artinya dalam keadaan apa pun sektor-sektor ini akan selalu dibutuhkan dan dicari banyak orang, seperti sektor konsumer dan infrastruktur.


“Kalau lihat sejarah investasi, cari yang paling tahan banting seperti konsumer karena kita selalu butuh makan, mandi, tetap makan mie instan, cari sektor konsumer yang jadi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.


Selain itu, sektor infrastruktur juga perlu diincar karena setiap tahun Indonesia pasti butuh pembangunan. “Kita kan pasti ada membangun jalan tol misalnya, bandara, pelabuhan, semua perusahaan infrastruktur pasti dibutuhkan,” kata dia.


Selain saham, pilihan lain adalah reksa dana saham untuk yang masih berusia muda dengan investasi jangka panjang dan reksa dana pendapatan tetap untuk investor jangka pendek.


“Return reksa dana saham yang rata-rata 20% per tahun dan reksa dana pendapatan tetap sekitar 8% per tahun bisa jadi pilihan juga untuk investor muda dan tua,” ujar Abi.


(ang/ang)