Awas, Jangan Bayar Pajak Lewat 'Gayus'

Jakarta -Pada tiga tahun lalu, eks Direktur Jenderal Pajak M. Tjiptardjo sering berkeluh-kesah. Kasus penyelewengan pajak yang melibatkan pegawai pajak Gayus Tambunan membikinnya pusing bukan kepalang.

"Dulu kalau ada bus yang berhenti di depan kantor pusat pajak, kondekturnya bilang ‘pajak, pajak’. Namun setelah ada kasus Gayus, sekarang kondektur berteriak ‘Gayus, Gayus,” katanya ketika itu.


Kasus Gayus yang merugikan negara miliaran rupiah itu mendapat sorotan tajam dari publik. Maklum, pajak dipungut dari masyarakat yang berharap duit mereka dipakai untuk pembangunan. Jika dikorupsi, jangan heran kalau publik pun marah.


Setelah Gayus tertangkap, kasus penyelewengan pajak bukannya berhenti. Muncul kasus 'Gayus-Gayus' lain yang menyeret nama-nama perusahaan top. Mengapa tak kapok?


Darussalam, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, bilang, salah satu faktor penyebab kongkalikong antara petugas pajak (fiscus) dengan wajib pajak adalah karena mereka kerap bertemu secara fisik. Di sana, kolusi bisa terjadi.


“Idealnya, memang antara fiscus dengan wajib pajak seminim mungkin beratap muka. Interaksi bisa berjalan tanpa bertemu langsung seperti surat-menyurat atau memanfaatkan teknologi online. Pertemuan fisik boleh saja, tetapi sebaiknya tidak terlalu sering dan bisa terlacak,” papar Darussalam di Jakarta kemarin.


Pembayaran pajak pun bisa dilakukan secara online, seperti yang sudah diterapkan pemerintah daerah Jakarta, dan makin diperketat pada pemerintahan Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!