Pemerintah dan Buruh 'Ribut', Salah Siapa?

Jakarta -Hubungan serikat buruh dengan pengusaha seringkali tidak harmonis, terutama berkaitan dengan besaran upah minimum yang terjadi saat ini. Kenapa hal ini terjadi, dan apa penyebabnya?

Ketua Komite Tetap Kadin DKI Jakarta Riza Suwarga mengatakan, kondisi 'ributnya' buruh dengan pengusaha disebabkan minimnya peran pemerintah menjaga perekonomian dalam negeri.


"Selama 15 tahun, dolar AS tidak bergerak di level Rp 8.000-Rp 9.000. Ironis, saat ini dolar sudah masuk ke Rp 11.300. Ada persoalan mikro dan jangka pendek yang tidak disikapi oleh pemerintah. Maka pengusaha suka atau tidak suka tetap ikut," kata Riza dalam diskusi 'Polemik' soal Upah Minimum Provinsi (UMP) di rumah makan kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (2/11/2013).


Riza meminta pemerintah segera membenahi sistem perekonomian di Indonesia. Jangan sampai saat memburuknya perekonomian Indonesia saat ini, pemerintah malah membenturkan pengusaha dan buruh.


"Harus ada kebijakan stabilisasi yang harus dicapai pemerintah. Jangan pemerintah melepas saja persoalan perekonomian ini atau jangan malah dibenturkan buruh dan pengusaha. Pemerintah harus kembali mengevaluasi kebijakan ekonomi. Pengusaha dan buruh menjadi korban terutama menyangkut daya saing dan biaya produksi yang semakin besar," cetus Riza.


Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit mengatakan, alasan pengusaha tak mau upah butuh naik tinggi bukan karena pungutan liar (pungli). Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR Indra mengatakan, biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk pungli mencapai 19-24% dari biaya produksi.


"Kita bicara berdasarkan fakta di sektor ekspor, pungli hampir tidak berpengaruh. Karena sudah tidak ada ruang. Yang pungli banyak itu yang deal terhadap pemerintah. Artinya kalau menjadi kontraktor tidak tahu kalau dia deal dengan fasilitas saya nggak tahu. Tetapi saat ini hampir tidak ada pungli. Ada tetapi kecil-kecil," ungkap Anton.


Anton tidak mau berkomentar terlalu banyak soal pungli. Ia pun tidak mau menjawab tingginya biaya pungli membuat pengusaha berat untuk menaikkan upah para buruh.


(wij/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!