Pertemuan WTO di Bali Bisa Jadi Tanpa Hasil

Nusa Dua -Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sudah meramal apa yang akan terjadi bila Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) di Nusa Dua, Bali berakhir buntu.

Sebelumnya dalam pertemuan General Council of WTO di Jenewa yang berakhir pada 26 November 2013 gagal menghasilkan kesepakatan. Karena itu, timbul kekhawatiran bahwa Konferensi Tingkat Menteri ke-9 di Bali pada 3-6 Desember 2013 mendatang juga bakal menemui jalan buntu.


"Risiko kalau tidak ada kesepakatan apapun di Bali, semangat perdagangan multilateral ini riskan sekali. Jadi di mana dan eksistensi kebijakan WTO bagaimana?" tanya Gita saat jumpa pers di Melia Hotel, Nusa Dua, Bali, Senin (2/12/2013).


Hal ini bukan tanpa sebab, pertemuan General Council of WTO di Jenewa sebetulnya telah menyepakati beberapa hal yang rencananya akan menjadi bagian dari Paket Bali. Di antara tiga tema besar (LDCs, Agricultural, Trade Facility) tersebut, draft mengenai paket bagi negara-negara kurang berkembang (LDCs) sebenarnya telah mendapat persetujuan. Sementara dua isu besar lain yakni soal fasilitasi perdagangan (trade facility) dan masalah pertanian (agricultural) masih harus dirundingkan.


Di dalam paket untuk negara yang kurang berkembang ada enam poin yang dibahas. Di antaranya adalah peraturan mengenai asal barang (rules of origin), pembebasan kuota dan bea masuk (duty free and kuota free), pembebasan ekspor untuk negara-negara penghasil kapas, dan mekanisme monitoring.


Sementara itu khusus pembahasan masalah pertanian, dari tiga poin yang diajukan oleh negara berkembang, dua di antaranya hampir goal atau mendapat respons lampu hijau. Dua hal tersebut adalah masalah transparansi tarif dan kuota (tariff rate quota), serta stok cadangan pangan pemerintah atau stok holding for food security. Masalah lainnya yaitu persaingan ekspor (export competition) yang di dalamnya termasuk membahas masalah subsidi masih alot diperdebatkan.


Lalu yang masih menjadi penghambat adalah proposal negara berkembang yang dimotori India untuk menambah batas cadangan pangan negara dari 10% menjadi 15% dari total produksi pertanian. Topik pembahasan terakhir adalah proposal dari negara maju mengenai fasilitas perdagangan. Intinya adalah, negara maju menginginkan bagaimana prosedur kepabeanan untuk ekspor-impor dipermudah oleh negara berkembang.


"Ada beberapa pandangan dari beberapa negara untuk tuntaskan apa yang telah diselesaikan, contohnya paket LDCs kan sudah disepakati (di Jenewa) itu menjadi Paket Bali. Tetapi, ada negara lain yang mengatakan kita tidak mau meninggalkan Bali kalau G33 belum tuntas dan kalau trade facility belum tuntas. Ini yang harus dijembatan," imbuhnya.


Oleh karena itu, Gita berharap ada solusi terbaik yang bisa diputuskan untuk menyelesaikan masalah itu. Gita meminta semua pelaku kepentingan bersabar dan menunggu regulasi apakah disepakati atau tidak pada hari Jumat mendatang atau pada saat penutupan KTM-WTO IX di Bali.


"Kalau saya melihat sudah banyak sekali perlindungan yang diinginkan negara miskin dan negara maju yang sudah diberikan. Tetapi kita juga harus sadar harus ada give and take itu. Saya rasa semuanya sudah bekerja keras beberapa bulan, Putaran Doha sudah 12 tahun, kalau kita keluar dari Bali kemudian diperpanjang 6 bulan lagi, saya rasa tidak akan jalan. Ini harus ada solusi. Tunggu hari Jumat," cetusnya.


(wij/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!