Untuk belanja negara, ada kenaikan dari Rp 1.842,5 triliun menjadi Rp 1.849,4 triliun. Salah satu pos belanja yang mengalami kenaikan signifikan adalah subsidi.
Subsidi BBM, Elpiji 3 kg, dan BBN naik dari Rp 210,7 triliun menjadi Rp 285 triliun. Sementara subsidi listrik naik dari Rp 71,4 triliun menjadi Rp 107,1 triliun.
"Seperti dugaan kami, subsidi BBM naik signifikan. Ini karena perubahan beberapa asumsi seperti nilai tukar dan lifting," kata Eric Alexander Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank, ketika berbincang dengan detikFinance, Senin (26/5/2014).
Pemerintah mengubah asumsi nilai tukar dari Rp 10.500 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp 11.700 per dolar AS. Asumsi lifting pun diubah dari 870.000 barel per hari menjadi 818.000 barel per hari.
Dengan perubahan asumsi, lanjut Eric, wajar ketika anggaran untuk subsidi ikut terpengaruh. Namun, dia menilai kecil kemungkinan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat.
"Ini kan pemerintahan transisi ya, kemungkinannya kecil untuk menaikkan harga walau ada. Kebijakan menaikkan harga BBM sepertinya lebih bisa dilakukan oleh pemerintahan baru hasil pilpres Juli 2014," papar Eric.
Namun meski pemerintah menerapkan kenaikan harga BBM bersubsidi, tambah Eric, tujuannya bukan untuk menyelamatkan anggaran negara. Melainkan lebih untuk langkah jangka menengah-panjang untuk mengurangi subsidi BBM dan menyalurkannya ke program yang lebih bermanfaat.
"APBN sepertinya aman sampai akhir tahun, karena pemerintah juga memotong anggaran belanja kementerian sekitar Rp 100 triliun. Jadi kalaupun pemerintah menaikkan harga BBM pada kuartal IV-2014, tujuannya bukan untuk menyelamatkan APBN. Itu lebih ke arah kebijakan jangka menengah-panjang untuk mengurangi subsidi dan kemudian merealokasikannya ke sektor-sektor lain," terang Eric.
(hds/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
