RI Butuh Rp 5.400 T Buat Infrastruktur, Tantangan Berat Bagi Prabowo Maupun Jokowi

Jakarta -Presiden yang baru, baik itu Prabowo Subianto atau Joko Widodo, akan menghadapi tantangan berat dalam memimpin Indonesia. Salah satunya harus memikirkan pendanaan untuk membangun infrastruktur yang mencapai Rp 5.400 triliun.

"Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sudah ditetapkan apa-apa yang harus dibangun. Namun itu kembali lagi ke presiden yang baru mau menjalankannya apa tidak," ucap Dedy S Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, ditemui di sela-sela acara Indonesian Gas Society, di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (25/6/2014).


Dedy mengungkapkan, dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa Indonesia membutuhkan dana untuk pembangunan infrastruktur yang mencapai Rp 5.400 triliun. "Sehingga pada 2025 Indonesia bisa menjadi negara ekonomi menengah dan 2030 menjadi negara maju," ujarnya.


Namun, lanjut Dedy, negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya dapat menyediakan pendanaan sekitar Rp 1.200 triliun. "Sisanya dapat dari mana? Itu yang menjadi tantangan terberat, siapa pun presidennya," tegas dia.


Penerimaan pajak, menurut Dedy, tidak bisa diandalkan sepenuhnya. "APBN nggak mampu, dari pajak saja hanya dapat 22%. Ini tergantung presiden selanjutnya, cari duit untuk pembangunan infrastruktur," tuturnya.


Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan memang sulit mengandalkan APBN saja untuk membangun infrastruktur. Menurut dia, pendanaan dari APBN harus lebih difokuskan untuk infrastruktur yang tidak ekonomis. "Ada pelabuhan di Maumere, swasta nggak mau masuk. Rute penerbangan perintis itu nggak bisa dikasih swasta," jelasnya.


Sementara untuk proyek infrastruktur yang dianggap menuguntungkan, harus diserahkan kepada swasta. Skema yang ada saat ini adalah kerja sama pemerintah-swasta atau Public-Private Partnership (PPP).


"Pemerintah hanya biayai yang tidak feasible. Bangun pelabuhan di wilayah timur yang kapalnya nggak ada yang datang itu harus pemerintah.‬ Dari pemerintah 15%, swasta 85%," papar Chatib.‬


(rrd/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!