Setelah 3 Bulan Tetap Pakai Dolar di Pelabuhan, Importir-Eksportir Bakal Dipidana

Jakarta -Pemerintah sudah meminta PT Pelindo II sebagai operator pelabuhan untuk memastikan transaksi di pelabuhan Indonesia termasuk Pelabuhan Tanjung Priok wajib menggunakan rupiah, bukan dolar AS yang selama ini berlaku.

Jika setelah 3 bulan atau setelah periode sosialisasi, bagi perusahaan pelayaran dan pengguna jasa pelabuhan seperti eksportir-importir masih menggunakan dolar AS, maka sanksi pidana siap menanti.


Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan itu sudah keputusan dalam rapat koordinasi pekan lalu, bahwa undang-undang (UU) No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang harus dilaksanakan. Sejatinya memang ketentuan UU itu sudah harusnya berlaku sejak 3 tahun lalu.


"Nggak ada cerita. Sudah diputus di rapat kalau nggak dilakukan maka hukum bertindak," ungkap CT di kantornya, Jakarta, Selasa (1/7/2014)


Seperti diketahui, Pelindo terlibat dalam dua jasa pelayanan, yaitu untuk sisi darat dan laut. Sisi laut terkait dengan aktivitas bongkar muat dari setiap kapal yang datang.


Praktek di lapangan, setelah pelayanan diberikan maka pihak kapal akan membayar container handling charge (CHC). Pembayarannya adalah menggunakan dolar AS dengan tarif US$ 83 per peti kemas.


Kemudian pihak kapal akan melimpahkan biaya ke eksportir ataupun importir. Biaya yang disebut Terminal Handling Charge (THC) ini sekitar US$ 93 per peti kemas. Karena ada biaya tambahan setelah CHC.


Padahal pada pasal 33 UU mata uang mencantumkan ketentuan pidana. Bila tidak melaksanakan kewajiban yang dimaksud maka dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.


(mkl/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!