Industri Properti Harus Lestarikan Bangunan Warisan Budaya Indonesia

Bandung - Pengembangan industri properti harus seirama dengan upaya perlindungan terhadap kawasan warisan budaya secara harmonis dan berimbang.

Semangat itu yang ingin disuarakan dalam kongres FIABCI Asia Pacific Regional Secretariat Summit yang dihelat di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2013).


Pesan itu wajar untuk disosialisasikan mengingat banyaknya potensi folklor bukan lisan yang diwariskan secara turun temurun, dalam arti warisan budaya tak benda berupa arsitektur sebagai instrumen penyusun sebuah kota.


Upaya pelestarian salah satu bentuk warisan budaya tak benda ini sudah menjadi gerakan yang cukup masif di berbagai belahan dunia. Indonesia yang juga memiliki beragam wujud warisan arsitektur lama, idealnya tak ketinggalan untuk mengambil peranan.


“Kota-kota di Indonesia memiliki banyak warisan peninggalan arsitektur bernilai tinggi. Namun, hampir semua warisan budaya itu tidak bisa dikelola secara optimal demi kepentingan wisata budaya dan penggalian potensi ekonomi bagi masyarakat,” tutur Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Setyo Maharso, di Sheraton Bandung Hotel & Towers, Bandung, Sabtu (23/3/2013).


Setyo menuturkan, tema yang diusung dalam FIABCI Asia Pacific Regional Secretariat Summit kali ini bisa diimplementasikan karena adanya kesesuaian dengan kondisi yang berlaku di kota-kota di Indonesia.


“Dengan ajang ini, kita bisa menggali lebih mendalam potensi yang ada dan bagaimana memadukan pembangunan pengembangan perkotaan sebagai upaya memberikan perlindungan kawasan warisan budaya secara harmonis dan berimbang,” imbuhnya.


Sementara itu Presiden FIABCI Asia Pacific, Teguh Satria menambahkan, sejumlah pembicara yang dihadirkan dalam kegiatan kali ini adalah mereka yang memiliki pengalaman praktis ataupun pemikiran tentang pengembangan kota-kota yang memiliki warisan budaya dengan baik.


“Kami berharap melalui kegiatan ini dapat dicarikan solusi konkret, belajar dari pengalaman negara-negara tetangga mengelola kawasan kota-kota tuanya,” kata Teguh Satria.


Kendati, patut disadari bahwa persoalan dan hambatan pengelolaan kawasan kota tua yang dihadapi oleh Indonesia tentunya sangat spesifik dan berbeda dibandingkan pengalaman negara lain. “Namun, masukan berupa gagasan, ide, dan pengalaman dari berbagai negara lain tentu akan memperkaya masing-masing delegasi dalam upaya memecahkan persoalan yang dihadapi,” ucap Ketua Umum DPP REI periode 2007-2010 ini.


FIABCI adalah akronim bahasa Perancis “Federation Internationale des Administrateurs de Bien-Conselis Immobiliers”, yang artinya Federasi Realestat Internasional (International Real Estate Federation).


Indonesia mulai bergabung dalam FIABCI sejak 1977, dan pada tahun berikutnya nama Indonesia sudah tercatat sebagai anggota dalam buku direktori FIABCI Dunia.


FIABCI Indonesia merupakan salah satu perwakilan dari lebih 60 negara yang terwakili di FIABCI. Selain pengembang yang menjadi anggota FIABCI Indonesia, pemangku kepentingan di industri properti lain juga terlibat antara lain broker properti, perbankan, notaris, konsultan, dll.


Dalam organisasi PBB, FIABCI memiliki status khusus sebagai Special Consultative di dalam konsil ekonomi dan sosial (Economic and Social Council – ECOSOC). Tugas utama FIABCI di dalam PBB adalah mengeluarkan rekomendasi dan saran atas hak properti dan perumahan bagi rakyat miskin.


(wij/ang)