Melihat Lebih Dekat Pabrik Pesawat Airbus di Toulouse

Toulouse - Sekilas, pembuatan pesawat Airbus terlihat sederhana. Pabrikan asal Prancis itu hanya merakit komponen-komponen hasil produksi berbagai negara. Tapi bisa jadi rumit, karena komponen itu berisi sekian sambungan sistem dan listrik. Bagaimana proses lengkapnya?

DetikFinance dan belasan jurnalis asal Indonesia diberi kesempatan melongok pabrik Airbus di Kota Toulouse, kota kecil di sebelah barat daya Paris. Sekitar satu jam perjalanan dengan pesawat dari Paris.


Pukul 10.00 WIB waktu Prancis (pukul 16.00 WIB), Selasa (19/3/2013), rombongan berangkat dari hotel dengan menggunakan bus. Pabrik berada di pinggiran kota, dekat Bandara Internasional Blagnac Toulouse. Tak sampai 30 menit, rombongan tiba.


Di pintu gerbang pabrik, rombongan diminta turun karena harus mendaftarkan diri. Anggota rombongan diminta menunjukkan paspor. Setelah dicocokkan dengan daftar pengunjung, anggota rombongan diberi id card tamu.


Pemeriksaan di pintu gerbang tidak terlalu ketat. Petugasahanya meminta sopir bus menunjukkan id card yang telah dilegalisasi bagian pendaftaran. Bus pun melaju ke kompleks pabrik.


Kompleks pabrik Airbus terbagi dalam beberapa 'bengkel'. Lokasi kunjungan pertama adalah pusat perakitan A320. Di sana, Direktur Marketing Keluarga A320, Joaquin Toro-prieto telah menunggu. Berbalut jas wool tebal, pria kulit putih yang kira-kira berusia 40-an tahun itu mengucapkan selamat datang. Tanpa ba-bi-bu, ia mengajak kami masuk ke 'bengkel'.


"Ini adalah tempat perakitan A320. Di sini, kami menyelesaikan bagian bodi. Butuh waktu 2-3 minggu, lalu dibawa ke Hamburg (Jerman) untuk penyelesaian bagian lainnya. Total waktu untuk satu pesawat berkisar 10 bulan," katanya panjang lebar.


Di gedung setengah lapangan sepakbola dengan atap setinggi 20-30 meter itu, bagian-bagian pesawat tampak tengah dikerjakan. Ada bagian bodi atau lambung, hidung, ekor, dan cockpit. Juga ada ban.


Gulungan kabel dan bagian-bagian pesawat berserakan. Terdengar jelas suara besi beradu bising. Bising. Persis bengkel.


Saat kami datang, pekerja tengah beristirahat. Satu-dua pekerja keluar masuk bagian lambung pesawat yang belum jadi. Sisanya mondar-mandir, baik jalan kaki maupun menggunakan mobil listrik mungil.


Joaquin menjelaskan, bagian-bagian pesawat dibuat di berbagai negara, seperti Inggirs, Jerman, Spanyol, dan lain-lain. Ia tidak tahu ketika ditanya bagian apa yang diproduksi di PT Dirgantara Indonesia (DI). "Mungkin bagian-bagian kecil," katanya.


Kami tidak bisa melihat lebih detail. Hanya dari jauh, pada jarak sekitar 20-30 meter. Ada batas larang mendekat. Di bagian tepi ada tali sebagai batas, sedangkan di bagian tengah pengunjung dilarang menerobos jalur berwarna biru.


Pesawat A320 merupakan pesawat kelas medium, dibuat mulai tahun 1984 dan terbang perdana tiga tahun berikutnya. Sistemnya fly-by-wire. Pilot mengendalikan pesawat secara digital, bukan manual secara hidrolik. Pesawat ini didesain untuk mengangkut 180 penumpang, kemudian dimodifikasi sehingga bisa mengangkut lebih banyak, yakni 236 penumpang.


"Tergantung keinginan pemesan," kata Joaquin.


Hingga saat ini, keluarga A320 mendapat order 9.390 unit dari berbagai maskapai. Sebanyak 5.467 unit telah dikirim ke pemesan. Sebanyak 3.923 unit yang terdiri dari 1.871 unit seri A320ceo dan 2.052 unit seri A320neo masih dikerjakan.


Dari ruangan pertama, kami bergeser ke gedung seberang. Jarak antar gedung sekitar 100 meter. Di tempat ini, bentuk A320 difinalisasi. Dicat sesuai maskapai yang memesan dan dicek fungsi-fungsi sistemiknya. Ada 3-4 pesawat yang hampir jadi di dalamnya.


Tak sampai 1,5 jam, tur berakhir. Kami diminta naik bus. Menurut guide Airbus, kami diajak melihat perakitan pesawat jumbo seri A380. Bagaimana ruangan tempat pembuatan pesawat raksasa itu, tunggu laporan berikutnya.


(try/dru)