Wamen ESDM: PGN Cs Wajib Beli Gas Langsung ke Produsen Bukan Calo

Jakarta - Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan infrastruktur gas seperti PT Perusahaan Gas Negara, PT Pertamina Gas dan lainnya harus membeli gas langsung ke produsen. Pembelian tidak boleh dilakukan kepada trader-trader gas atau calo.

"Agar konsumen bisa mendapatkan harga gas yang komfetitif, maka perusahaan yang memiliki komitmen dalam pengembangan infrastruktur seperti PGN harus membeli gas langsung ke produsen," kata Susilo dalam diskusi publik "Arah dan Kebijakan Pengembangan Industri Gas Indonesia, di Surabaya, Selasa (19/3/2013).


Untuk itu Susilo meminta kepada SKK Migas selalu badan pelaksana usaha Migas di hulu agar mereview kembali aturan mengenai keberadaan trader-trader gas.


"Saya sudah minta SKK Migas untuk mereview kembali aturan mengenai keberadaan trader gas ini. Kedepannya setiap trader gas punya kewajiban untuk mengembangkan infrastruktu. Jika mereka tidak membangun infrastruktur namanya calo dan kita tidak membutuhkan itu," tegas Susilo.


Ditempat yang sama, Kepala Dinas ESDM Jawa Timur Dewi Putriani mengungkapkan keberadaan trader gas yang tidak memiliki fasilitas dan komitmen untuk membangun infrastruktur gas bumi akan merugikan konsumen gas.


"Di Jawa Timur banyak trader gas yang membuat rantai bisnis gas bumi menjadi tidak efisien. Untuk sampai ke konsumen, gas bisa melalui 2-3 trader. Oleh karena itu, Pemprov Jatim meminta Pemerintah pusat untuk ikut mengatur keberadaan trader gas ini," ucap Dewi.


Sementara itu ditambahkan Direktur Perencanaan Investasi dan Manejemen Risiko PT PGN Wahid Sutopo mengatakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pasokan gas ke domestik harus didukung oleh pembangunan infrastruktur dan pengembangan pasar. Sebab jika tiga aspek tersebut tidak berjalan bersamaan maka pengembangan dan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri tidak akan berjalan maksimal.


Sebagai perusahaan nasional yang mengembangkan infrastruktur gas bumi, PGN sangat membutuhkan kepastian pasokan gas dan tersedianya pasar yang jelas. Pasalnya, untuk membangun infrastruktur dibutuhkan biaya besar dengan risiko tinggi.


Menurut Wahid, dalam membangun infrastruktur PGN tidak mungkin mendapatkan cost recovery lazimnya di sektor hulu migas. Selain itu, dalam bisnis gas berlaku aturan take or pay. Dimana jika gas sudah dibeli dari produsen maka PGN harus membayarnya meskipun pasar tidak mampu menyerapnya.


"Kami pun harus menghadapi berbagai risiko seperti masalah perizinan, pembebasan lahan dan biaya sewa tanah di lokasi pipa yang terus naik," kata Wahid.


Oleh karena itu Wahid berharap pemerintah daerah seperti di Jawa Timur mampu mengembangkan kluster-kluster industri baru sehingga peningkatan pasokan dan pembangunan infrastruktur bisa dilakukan bersamaan. Pengembangan kluster industri juga menciptakan multiplier effect lebih besar bagi perekonomian daerah.


"Prinsipnya, PGN berkomitmen untuk terus membangun infrastruktur dan mendukung pemanfaatan gas bumi untuk domestik. Apalagi salah satu pertimbangan investor untuk berinvestasi di Indonesia adalah tersedianya pasokan gas bumi," tandasnya.


(rrd/dru)