Jessica Diana Kartika adalah salah satu dari sedikit orang yang melihat peluang tersebut. Perempuan ini bahkan baru berusia 25 tahun.
"Logo adalah doa yang tergambar, di sana kita melihat soul dari suatu perusahaan. Logo itu impact-nya bukan hanya ke owner, tapi juga ke tim dan konsumen,” kata Jessica, sang pendiri PT Elemen Sukses Mandiri ini kepada detikFinance.
Dalam menentukan logo yang pas untuk sebuah perusahaan, Jessica mengamati kepribadian si pemilik perusahaan atau bisnis yang dijalankan. "Contohnya, seorang owner yang punya unsur api tapi punya perusahaan di bidang perikanan yang berelemen air, logo perusahaannya harus dibuat sedemikian rupa agar kedua elemen ini seimbang," jelasnya.
Jessica rupanya sudah akrab dengan feng shui sejak kanak-kanak karena sang ayah juga menekuni ilmu feng shui. Setelah membaca sejumlah literatur, dia semakin menyukai feng shui, khususnya ketika duduk di bangku SMA.
Sejak 2007 Jessica memberanikan diri menawarkan jasa. Tiga tahun kemudian, yakni saat kuliah di jurusan desain komunikasi visual Univeristas Kristen Petra Surabaya, Jessica dan teman kuliahnya, Rudyan Wijaya, menseriusi jasa itu dengan mendirikan perusahaan.
Mereka memulai di sebuah garasi dan bermodalkan sebuah komputer. Tapi lantaran usaha ini unik dan sedikit pesaing, usaha mereka berkembang dan respons kliennya positif. "Setelah pembuatan desain logo, klien-kilien saya bisnisnya semakin bertumbuh," ujarnya.
Kini Jessica sudah punya cabang di Jakarta dan Surabaya. Kliennya datang dari ratusan perusahaan dan institusi, baik domestik maupun internasional. "Di Indonesia, klien kami tersebar dari Medan sampai Sorong. Untuk yang asing, ada dari Singapura, Taiwan, Kamboja, dan Amerika Serikat," katanya.
Jessica bahkan menyabet sejumlah penghargaan. Di antaranya dari Japan Foundation, yang dibuatkan logo kerjasama Indonesia-Jepang yang memadukan dua budaya. Karya tersebut dipajang di cabang-cabang Japan Foundation di seluruh dunia.
Penyuka anjing pomeranian juga memenangkan penghargaan Wirausaha Mandiri 2011 dalam kategori terinovatif dan teredukatif.
Jessica bilang belum ada pesaing yang mengkhawatirkan dalam bisnis ini. Itulah sebabnya dia berani menerima 5-8 klien per bulan. Sejauh ini belum ada keluhan dari klien. "Bahkan banyak yang ingin melanjutkan kerjasama," ujarnya.
Bagaimana pendapatannya? Jessica malu-malu membahasnya. "Rezeki itu di tangan yang di atas ya," ujarnya.
Jessica menegaskan, feng shui bukanlah mistik tapi sesuatu yang rasional sehingga bisa dipelajari. Tapi memang masih banyak pandangan masyarakat yang menilai sebaliknya. Bagi Jessica ini tantangan tersendiri.
Jessica mencontohkan rumah yang berposisi tusuk sate, yang sering dikatakan kurang baik secara feng shui. "Rumah di tusuk sate terpapar angin dari tiga sudut, sehingga kurang baik bagi kesehatan. Tapi ada solusinya, yaitu menanam pohon di sekeling rumah untuk meredam angin," katanya.
Yoyok Indrayatno, pengamat wirausaha, menilai kebutuhan terhadap feng shui seakan tidak pernah ada habisnya. "Jangankan untuk bisnis, membangun rumah saja kita terkadang masih berpedoman kepada feng shui," ujarnya.
Oleh karena itu, dia berpendapat bisnis Jessica memiliki prospek cerah. Untuk mengembangkan bisnis, Yoyok berpendapat perlu ada tambahan selain ilmu feng shui dari China. "Bisa saja dikombinasikan dengan kultur Jawa, Sunda, dan sebagainya. Ini membuat orang bisa lebih masuk," katanya.
Iim Rusyamsi, pengamat wirausaha, memperkirakan bisnis Jessica akan semakin maju. "Sekarang mulai banyak wirausahawan baru. Mereka tentu butuh logo perusahaan yang bagus sebagai image branding. Logo yang dibuat berdasarkan feng shui tentu bisa menjadi pilihan," katanya.
(DES/dru)