Ini 2 Risiko Bila Smartphone Kena Pajak Barang Mewah

Jakarta - Rencana pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) terhadap ponsel pintar atau smartphone menuai pro kontra di internal pemerintah.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) salah satu pihak yang paling keberatan terhadap rencana yang digagas oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).


Pihak Kemendag tetap tidak menyetujui usulan pengenaan PPnBM atas produk smartphone. Risiko dampak negatif pertama, Kemendag mengklaim jika PPnBM tetap diberlakukan, maka penyelundupan ponsel ke Indonesia semakin membesar.


"Kami tidak ingin penyelundupan tambah besar karena ada bonus tambahan bea masuk. Untuk itu posisi kami lihat untuk bea masuk barang mewah ini smartphone tidak masuk di dalamnya," ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi saat ditemui di Kantor Kemendag Jakarta, Jumat (13/9/2013).


Dalam UU No. 42 tahun 2009, PPnBM minimal dikenakan 10% atau maksimal 200%. Selama ini, produk smartphone tidak dikenakan pajak maupun bea masuk sama sekali. Dampak negatif kedua, adalah risiko para investor ponsel yang telah berencana bangun pabrik ponsel di Indonesia mengundurkan diri, penyebabnya karena selain pajak tinggi dan penyelundupan yang marak.


"Kami lihat dari dua sisi, pertama kita ingin dorong investasi di sini. Sekarang ada proposal yang masuk untuk perusahaan asing yang akan investasi buat telepon baik internasional, dan 15 perusahaan lokal yang akan membuat komponen telepon seluler. Maka kita harus didorong kalau kita kenakan bea masuk lagi nanti mereka nggak jadi investasi," jelasnya.


(wij/hen)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!