OJK Dorong Aksi Buyback Saham

Bandung - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada seluruh perusahaan yang terdaftar di bursa atau emiten untuk segera melakukan pembelian kembali saham (buyback) dalam rangka 'menyelamatkan' harga saham perseroan.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan, kinerja pasar saham yang punya volatilitas tinggi, sangat memungkinkan naik turunnya harga saham. Menurutnya, melakukan buyback tidak harus menunggu saat harga saham mencapai titik terendahnya (bottom).


"Buyback itu baik dalam rangka memperbaiki harga, nggak perlu menunggu harga itu mencapai bottom (harga terendah), karena nggak ada yang tahu sampai mana batasnya tapi yang paling penting adanya gejolak ini, maka diperlukan buyback," ujar Rahmat di Acara Pelatihan di Hotel Sensa Bandung, Jawa Barat, Minggu (8/9/2013).


Dia menyebutkan, pemberlakuan buyback dilakukan sebagai antisipasi terus merosotnya harga saham-saham big caps di pasar modal. Akibatnya, saham-saham blue chips yang tadinya menjadi penggerak utama pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpaksa harus bergeser menjadi anjloknya pergerakan IHSG.


"Saham-saham blue chips yang tadinya leading movers jadi legging movers, banyak dari big caps ini justru jadi penurunan IHSG," ujarnya.


Dia menjelaskan, pemberlakuan buyback tidak lain untuk memberikan kesempatan kepada emiten demi menyelamatkan saham-saham perusahaan. Pihaknya belum bisa menentukan batasan waktu hingga kapan pemberlakuan buyback itu bisa dilakukan oleh emiten.


"Itu memberikan kesempatan kepada emiten untuk melakukan buyback kan itu belum ada pembatasan. Belum ada batasan artinya waktunya masih akan lebih lama lagi tapi kalau dirasa sudah cukup nanti OJK akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru nanti kita lihat," katanya.


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menunjukkan sisi pelemahannya. IHSG saat ini masih mengalami pertumbuhan negatif dibandingkan posisi akhir tahun 2012. Penurunan IHSG sejak 20 Mei sampai 27 Agustus 2013 sebesar 1.247,134 poin atau 23,91%.


Maraknya aksi jual investor asing membuat IHSG masih enggan bertahan di zona hijau. Secara year to date per 5 September 2013, aksi jual asing (net sell foreign) di pasar saham mencapai Rp 9,83 triliun.


"Pasar saham kita masih didominasi asing. Kepemilikan asing masih tinggi sehingga saat asing semua keluar, pasar langsung anjlok," kata Kepala Divisi Stabilitas Sistem Keuangan OJK Hari Tangguh di tempat yang sama.


Dia menjelaskan, anjloknya indeks di pasar modal dalam beberapa bulan terakhir juga disebabkan karena pasar terlalu 'terlena' dengan terus melambungnya pasar saham. Volatilitas indeks naik di titik tertinggi pada 21 Mei 2013 hingga menembus angka 20,87% dari awal tahun.


"Indeks kan naik terus sampai 20,87% year to date, kalau nanam awal tahun bisa untung 20,87%. Itu buat orang Indonesia bangga karena tumbuh akhirnya banyak yang jual jadi pasar modal kita kering. Ini nggak bisa dicuekin, indeks kemarin bisa sampai naik 20,87%, kalau saya bilang ada keterlenaan. Apakah yang terlena hanya OJK? bukan, ini secara keseluruhan," terangnya.


Akibatnya, pelemahan IHSG juga berdampak pada merosotnya kinerja reksa dana berbasis saham. "Pelemahan IHSG berdampak langsung pada NAB reksa dana mengingat 48% portofolio investasi reksa dana ditempatkan pada instrumen saham," ujar Hari.


(drk/hen)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!