Memotret Bikin Cinta Setengah Mati

Jakarta - Ken Wimba tidak pernah berpikir sebelumnya akan jatuh cinta setengah mati pada fotografi. Diawali berkawan dengan sejumlah pehobi fotografi, lelaki 28 tahun itu akhirnya tak kuasa menolak daya tarik menjadi salah satu pehobi.

“Dulu satu peer group main foto semua, saya satu-satunya yang belum bisa. Akhirnya saya putuskan belajar,” kata Ken, kepada DetikFinance, di Jakarta kemarin.


Pria berambut ikal ini akrab dengan para alumnus Canilens, sebuah komunitas fotografi di sekolah swasta. Lantaran saban hari bergaul dengan mereka, Ken pun memilih terjun ke dunia fotografi mulai 2005.


Sebagai modal awal, Ken menggunakan kamera milik ayahnya. Kamera tersebut tergolong tua, dan masih menggunakan film. “Waktu itu belum punya uang untuk beli kamera SLR, jadi pakai itu dulu,” ujarnya.


Namun, dasar memang berbakat, hasil jepretannya diapresiasi oleh anggota komunitas, terutama karena Ken masih memakai film seluloid di tengah era digital. “Komunitas saya appreciate dengan foto yang menggunakan film, karena orang-orang kebanyakan sudah menggunakan digital,” kenang karyawan di sebuah event organizer ini.


Ken dan komunitasnya sering berkumpul atau hunting foto bersama. Mulai dari Kota Tua Jakarta sampai merekam suasana malam di Monumen Nasional. Mereka pun pernah menjelajah daerah-daerah lain, seperti Tanjung Lesung, Anyer, Bandung, dan Yogyakarta.


Mahalkah untuk menjadi seorang pehobi fotografi? Ken mengangguk. “Memang mahal, tapi itu bagi orang yang kepo. Artinya kalau ada produk atau model baru langsung beli,” katanya seraya terkekeh. Padahal, kalau belum punya kamera, tapi pintar berkawan, pasti ada yang meminjamkan.


Ken sudah merogoh kantung sampai Rp 10 juta untuk memodali hobinya. Kini dia sudah memiliki kamera Single Lens Reflect (SLR), lampu kilat, dan sebagainya.


Ken bilang, fotografi adalah hobi yang tidak akan pernah punah. Soalnya sudah menjadi sifat dasar manusia untuk menyimpan kenangan dan foto merupakan salah satu media untuk itu.


Boy Sandy, seorang pemilik toko keperluan fotografi, mengatakan fotografi memang hobi yang bisa bikin cinta setengah mati. Kadang-kadang duit tak lagi jadi halangan. “Berapapun biaya bisa saja dikeluarkan untuk menggeluti bidang ini,” katanya.


Boy bilang, sekali jajan, tak cukup Rp 500 ribu. Apalagi kalau si fotografer pindah kelas menjadi 'mat kodak' profesional. Lebih banyak peralatan yang dibutuhkan sehingga otomatis lebih menguras kantong. “Kalau sudah profesional, bisa tidak terhingga. Bisa lebih dari ratusan juta rupiah,” kata Boy.


(DES/DES)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!