Asing Bandingkan Ekonomi India dan Indonesia, Siapa yang Lebih Parah?

Jakarta - Mata dunia sedang terpaku ke dunia negara berkembang di Asia, yaitu India dan Indonesia. Dua negara ini punya kesamaan, bukan hanya nama dan mata uangnya yang mirip, tetapi juga situasi ekonominya belakangan ini.

Mata uang rupiah dan rupee sudah 'berlutut' di hadapan dolar AS dengan koreksi yang cukup dalam. Dana asing dalam jumlah besar juga keluar dari dua negara itu karena situasi ekonominya yang terguncang.


Meski demikian, para analis asing menilai Indonesia lah yang situasi ekonominya lebih berbahaya ketimbang India. Kedua negara juga memang mengalami defisit transaksi berjalan yang cukup tinggi, tapi Indonesia sebelumnya sudah pernah surplus tinggi dan tiba-tiba saja jatuh jadi defisit.


Defisit transaksi berjalan Indonesia melebar jadi 4,4% dari produk domestik bruto (PDB) atau senilai US$ 9,8 miliar (Rp 98 triliun) di triwulan II-2013, dibandingkan posisi di triwulan sebelumnya hanya 2,6%. Padahal pada 2011 lalu Indonesia sempat mencatat surplus US$ 1,7 miliar (Rp 17 triliun).


Sementara di India, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan makin berkurang dalam beberapa bulan ke depan setelah impor non migasnya mulai dikurangi sambil meningkatkan ekspor. Barclays memprediksi defisit India akan berkurang jadi 3,7% dari PDB atau sekitar US$ 68,2 miliar (Rp 682 triliun), dari tahun lalu 4,8%.


"Di Indonesia, dalam perhitungan 12 bulan ke belakang, defisit transaksi berjalan terus naik. Sementara di India, terus berkurang akan sampai akhir tahun ini akan semakin mengecil," kata Krishna Hegde, Kepala Riset Barclays Wilayah Asia kepada CNBC, Jumat (6/9/2013).


Selain itu, Hedge juga menyinggung tingginya kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia. Hal ini membuat pasar keuangannya sangat rentan terhadap keluarnya arus dana asing.


"Arus dana keluar jadi risiko yang sangat tinggi bagi kedua negara. Nah di Indonesia, kepemilikan asing di obligasi sangat rentan akan hal ini," katanya.


Sebanyak 30% surat utang pemerintah Indonesia dikuasai oleh asing, bandingkan dengan India yang hanya 3% atau terendah di Asia.


Tapi, para eksportir di India tiak mendapatkan keuntungan dengan melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS. Nah, para eksportir di Indonesia seperti dapat durian runtuh karena komoditasnya rata-rata dijual dalam dolar AS.


Rencana pencabutan program stimulus AS oleh The Federal Reserve sudah menghajar nilai tukar mata uang kedua negara ini dalam beberapa bulan terakhir. Rupee sudah anjlok 17% dalam tiga bulan terakhir, sementara rupiah anjlok 13% dalam periode yang sama.


(ang/dnl)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!