"Kita bisa saja tegur. Cuma sekarang kan pengembang itu pinter. Kita yang pusing," kata Djan kepada detikFinance, seperti dikutip Selasa (21/1/2014).
Djan menjelaskan, para pengembang biasanya mengukur tinggi lantai dasar bangunan di atas tinggi genangan air kalau terjadi banjir. Biasanya jika ada banjir, bangunan tersebut tidak masuk air namun halamannya tetap banjir.
"Dia ngitung peil (Ketinggian Minimum yang Diperkenankan Terhadap Lahan) banjir tertinggi. Itu selalu gedungnya di atas itu, jadi gedungnya nggak banjir, yang banjir halamannya," paparnya.
Menurutnya pengembang akan berkilah masalah banjir bukan tanggung jawabnya. Padahal seharusnya masalah tersebut bagian dari tanggung jawab mereka karena merupakan akses konsumen untuk keluar-masuk.
"Dia akan bilang, nggak urusan dia kalau halaman," sebut Djan.
Misalnya, pada kondisi tertentu area bangunan akan terkena banjir setinggi 65 cm. Pengembang akan memulai lantai dasar bangunan pada ketinggian 75 cm. Itu kemudian yang dipromosikan kepada kosumen sebagai strategi penjualan.
"Peil banjir tertinggi 6,5 cm misalnya, nah dia 7,5 cm. Jadi nggak kena banjir. Gitu cara mereka," ujarnya.
Ia mencontohkan di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara yang saat ini area sekitarnya terkena banjir. Sebagai dampak, adalah akses untuk masuk ke dalam mal akan terhambat tentunya akan merugikan banyak pihak.
"Lihat saja tuh Kelapa gading. Malnya kan buka terus padahal jalannya banjir. Cuma nggak ada pengunjung saja yang datang," katanya.
(mkl/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
