Pengusaha yang Pakai Sertifikat Kayu Legal Masih Rendah

Jepara -Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sebuah syarat untuk produk kayu agar bisa diekspor ke Eropa, yang merupakan pasar ekspor terbesar produk kayu Indonesia. Penerapan SVLK belum begitu berkembang di industri kayu Indonesia.

Dari 2.714 pelaku industri kayu yang meliputi pemasok bahan baku, perajin, hingga pengekspor, hanya 114 yang sudah memiliki sertifikasi SVLK.


"Dari 2.741, baru 114 yang sudah SVLK," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Indrawan disela-sela kunjungan kerja WWF di Jepara, Kamis (23/1/2014).


Padahal dengan SVLK produk yang dihasilkan bisa diekspor khususnya ke Eropa. Saat ini, pasar ekspor produk kayu furnitur mebel dan kerajinan Indonesia paling banyak ke Eropa dengan persentase lebih dari 40%.


"Tahun 2013 lalu devisa yang dihasilkan sebesar US$ 2,6 miliar. US$ 1,8 dari permebelan, dan US$ 800 juta dari kerajinan," lanjut Indrawan.


Jika tidak segera diterapkan SVLK, potensi tersebut dikhawatirkan akan menyusut. Pasalnya negara-negara di Eropa akan menolak secara otomatis produk-produk Indonesia yang masuk tanpa SVLK.


Sebuah produk yang memiliki SVLK artinya telah memenuhi syarat EU Timber Regulation (EUTR), sebuah aturan di Uni Eropa yang mengharuskan produk kayu tidak berasal dari bahan baku dan proses yang ilegal.


Jika perusahaan mengekspor produk tersebut tanpa SVLK, hukuman pun menanti. Hukum yang akan diberlakukan tergantung dari dua negara, pengimpor dan pengekspor. Keduanya bisa membebankan apa yang disebut pinalti dalam ketentuan EUTR.


"Tergantung dari pihak negara, bisa saja denda atau penyitaan. Merupakan suatu pelanggaran jika tidak punya sistem lacak hutan. Kalau tidak, pelanggaran," kata Julia Young, pihak dari WWF Inggris.


(zul/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!