Hebatnya China, Ekspor Sajadah Hingga Kerudung ke Seluruh Dunia

Jakarta -Lemahnya fundamental perekonomian Indonesia termasuk sektor industri membuat barang impor masuk deras ke dalam negeri. Indonesia tak hanya bergantung dengan impor minyak dan BBM namun barang-barang remeh temeh seperti baju, kerudung, tasbih, sajadah dan lainnya.

"Kalau ada umroh, naik haji, maka (baju) ihram siapa yang kau pakai? buatan China. Tasbihmu itu buatan mana? China. sajadahmu buatan mana? saya yakin kerudung ibu-ibu ini buatan China ya," kata Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Anwar Nasution dalam seminar middle income trap di Gedung di Danapala, Kemenkeu, Jakarta, Kamis (6/2/2014).


Ia menuturkan masuknya barang China di Indonesia maupun dunia bukan tanpa rencana. China mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong produksi dalam negeri hingga mampu menembus pasar Internasional.


"Banyak buatan China. Bukan buatan dalam negeri. Ini hasilnya. Ini hasilnya. Itu yang kita harus tiru," tegasnya.


Anwar mengatakan pemerintah China mampu mendatangkan investor dengan cepat ke negaranya. Misalnya produsen elektronika asal AS, Apple, hingga pabrik pesawat Airbus dan Boeing, dan lain-lain.


"Kita bisa meniru dan mencontoh China itu. Apa yang mereka lakukan? Mereka undang modal asing. iPod itu dibikin Steve Jobs, tapi 100% dibuat di Shanghai. Komponennya diimpor dari seluruh dunia, ada dari Malaysia, Filipina, Korea," paparnya.


Hal ini karena pemerintah daerah seperti provinsi-provinsi di China aktif berlomba-lomba menarik investor ke wilayahnya dengan dukungan infrastruktur dan koordinasi yang baik.


"Kemudian masing-masing daerah dengan daerah lain menarik FDI (Foreign direct investments) lebih banyak. Ini yang kita tidak ada. Satu undang asing karena duitnya dari ada. Jangan lupa China itu lebih nasionalis dan sosialis dari kita," sambung Anwar.


Belajar dari China, ada tiga unsur penting yang harus bersinergi yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sinergi untuk menyelesaikan kasus perizinan yang selalu menjadi masalah setiap tahunnya di Indonesia.


"Ada 3 layer kita punya pemerintahan: pusat, provinsi, daerah. tidak ada koordinasi. Untuk mengubah sistem perizinan ini tidak punya perjanjian dengan IMF bank dunia," pungkasnya.


(mkl/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!