Pungutannya Dianggap Uang 'Jatah Preman', Ini Tanggapan OJK

Jakarta -Tak hanya mendapatkan serangan untuk dibubarkan lewat gugatan Mahkamah Konstitusi (MK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendapat tuduhan soal pungutan yang dikenakan kepada seluruh industri keuangan. Pungutan tersebut dianggap 'jatah preman' alias uang yang biasa disetorkan ke preman.

Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa Ahmad Suryono mengungkapkan, tak ada manfaat dari keberadaan OJK saat ini. Selain tidak berdasarkan landasan hukum yang benar, pungutan OJK yang diterapkan kepada industri jasa keuangan dinilainya sebagai uang preman.


"Apa coba manfaat adanya OJK? Masing-masing industri keuangan sudah ada yang mengatur. Apalagi sekarang minta pungutan. Buat apa? Toh OJK juga tidak menjamin jika ada krisis atau kerugian terhadap industri keuangan. Misal kalau ada kerugian nasabah perbankan, sudah ada yang menjamin LPS, terus pungutan itu untuk apa? Ini kan hanya narik duit tapi nggak jelas buat apa, sama saja uang preman," jelas dia kepada detikFinance di Jakarta, Jumat (28/2/2014).


Pernyataan tersebut ditanggapi Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Dumoly Pardede.


Menurutnya, apa yang telah disampaikan itu keliru. Pungutan dari sektor keuangan dilakukan untuk mendukung operasional OJK sudah barang tentu dikembalikan lagi ke masyarakat, melalui peningkatan kualitas pelayanan, perbaikan regulasi dan pengawasan, menggalakan edukasi masyarakat dan melindungi konsumen.


"Adapun kritik mengenai pungutan, bahwa itu juga tidak benar. Ini kan tujuan akhirnya memperkuat ekosistem yang baik bagi penguatan dan pengembangan industri keuangan," ujarnya.


Selain itu, menurut Dumoly, pungutan OJK tersebut justru secara seimbang untuk memperkuat pemahaman dan perlindungan hak-hak masyakat terhadap produk dan jasa industri keuangan, yang ujungnya nanti pelaksaan UUD 45 itu sendiri.


"Jadi, apa yang dipersoalkan pihak yang akan mengajukan gugatan justru menggugat apa amanat UUD 45 yang direalisasikan di UU OJK," ucapnya.


Dia menambahkan, OJK justru lembaga yang dipersiapkan menghadapi efek negatif liberilisasi dan globalisasi yang bisa dimanfaatkan untuk keuntungan sebesar-besarnya masyarakat di Indonesia.


"Semuanya akan kembali ke masyarakat," tandas Dumoly.


(drk/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!